Minggu, 10 Agustus 2014

MENDEKATLAH SELAGI ADA WAKTU


“Tak ada cara yang lebih baik bagi hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku selain mengerjakan kewajiban yang Ku-bebankan padanya. Dan hamba-Ku akan terus mendekati-Ku dengan mengerjakan nawafil hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintai, maka Aku adalah telinga yang dengannya ia mendengar, mata yang dengannya ia melihat, tangan yang dengannya ia menyentuh, dan kaki yang dengannya ia melangkah. Maka, dengan-Ku ia mendengar, menyentuh, dan berjalan. Jika ia meminta pasti Ku-beri, dan jika memohon pertolongan pasti Ku-tolong. Tak ada pekerjaan yang ragu untuk Ku-kerjakan selain memisahkan jiwa hamba-Ku yang mukmin (dari raganya) yang tidak ingin mati, karena Aku tidak ingin menyakitinya, padahal (kematian) itu harus terjadi padanya.” (HR Bukhari)

CACING PUN BERTASBIH


Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Dawud a.s. duduk di pertapaannya sambil
membaca kitab Zabur, tiba-tiba ia melihat seekor cacing berwarna merah di
atas tanah. Ia pun bertanya di dalam hatinya, ‘Apa yang Allah kehendaki
dengan cacing ini?’
Lantas, Allah Swt. memperkenankan cacing itu untuk bisa berbicara. Cacing itu
berkata, ‘Wahai Nabi Allah, Tuhanku mengilhamkan kepadaku agar pada
setiap siang hari aku mengucapkan, “Subhaanallâh walhamdu lillâh wa lâ ilâha
illallâh wallâhu Akbar,’ seribu kali. Allah pun mengilhamkan kepadaku agar pada
setiap malam aku mengucapkan, “Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad an-nabiy
al-ummi wa ‘alâ ’ âlihi wa shahbihi wa sallam,” seribu kali. Lalu, apa yang Anda
ucapkan hingga aku dapat mengambil faidah dari Anda?’
Nabi Dawud a.s. pun menyesal telah meremehkan cacing. Ia takut, lantas
bertobat, dan bertawakal kepada Allah Swt. Saudaraku, sudahkah hari-hari
kita diisi dengan banyak bertasbih memuji-Nya dan bershalawat memuliakan
Rasul-Nya dibandingkan seekor cacing?
Allah Swt. Berfirman, "Bertasbihlah kepada-Nya, langit yang tujuh, bumi dan
semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu
pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak
mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun," (QS Al-Isra' [17]: 44).

Para malaikat, alam semesta, gunung-gunung,lautan dan semua yang ada di
jagat raya ini bertasbih kepada Allah SWT. Mereka berzikir dengan caranya
masing-masing. Maka, tak heran jika para nabi Allah, sahabat dan wali
memasukkan zikir sebagai menu makanan mereka sehari-hari. Karena ternyata
tak ada amal yang lebih ringan hambatannya dan lebih besar kenikmatannya
serta lebih menyenangkan hati daripada kenikmatan berzikir kepada Allah.
Bahkan, gunung-gunung dan gurun-gurun merasa bangga dan senang
terhadap orang yang berzikir. Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Sesungguhnya gunung
akan memanggil gunung yang lain dengan namanya dan bertanya: 'Apakah
pada hari ini telah lewat orang yang berzikir kepada Allah Azza wa Jalla?'
Ketika di jawab, 'Ya, ada.' Maka gunung tadi pun bergembira.”
'Aus bin Abdullah menuturkan, "Sungguh rawa-rawa akan saling menyeru satu
sama lain: 'Wahai tetanggaku, apakah pada hari ini telah lewat orang yang
berzikir kepada Allah?" Sebagian menjawab, "Ya, ada" dan sebagian yang
lain menjawab, "Tidak ada."

Rabi'ah Al-Adawiyah pernah berlama-lama memperhatikan kicauan burung
ketika bertafakur. Suaranya begitu indah dan menyentuh perasaan. Apa yang
sedang dikatakan burung itu? Adakah ia sedang mengucapkan sesuatu
tentang keagungan Allah? Adakah ia sedang bermunajat kepada-Nya?
Maka, ia bertanya di dalam hatinya, "Mengapa saya tidak berzikir kepada
Allah dengan nyanyian yang diiringi seruling? Bukankah setiap bait lagu bisa
diubah dengan doa dan ungkapan tawadhu’ kepada-Nya? Mengapa tidak
menjadikan nyanyian sebagai sarana mengadukan kerinduan kepada Allah?"
Pertanyaan itu terus berkecamuk dalam hati Rabia’h, sampai akhirnya ia
membaca dan merenungkan firman Allah dalam surat Al-Isra' ayat 44 tersebut
di atas.
Disarikan dari buku Sebening Mata Hati karya Asfa Davy Bya, Hikmah, Mizan.

IKUTI RASUL DAN BUKALAH TABIR


Jika seseorang mencintai Allah, maka hatinya menjadi rindu sepenuhnya (kepada-Nya), terlepas sepenuhnya (dari segala sesuatu selain-Nya), terserap sepenuhnya (dalam Diri-Nya). Tak ada keraguan lagi bahwa kepedulian-kepeduliannya akan menjadi satu kepedulian tunggal.
Hakikat penyingkapan tabir baru akan lengkap setelah kemunculan semua tabir. Jika engkau benar-benar ingin mencapai tujuanmu, maka engkau harus meninggalkan dunia ini dan juga akhirat, dan segala sesuatu yang lain di antara Tahta Langit dan bumi. Semua wujud yang diciptakan adalah tabir, dengan kekecualian Rasulullah SAW, sebab beliau adalah pintu.
Allah SWT berfirman, "Apa pun yang diberikan Rasul kepadamu, ambillah, dan apa yang dilarangnya terhadapmu, jauhilah!" (QS 59: 7)
Jadi, mengikuti beliau berarti menjauhi tabir, dan sesungguhnya beliau adalah sarana yang dengannya tujuan dicapai.

Wahai anak muda! Kapankah kalbumu akan menjadi suci dan damai? Kapankah wujud terdalammu menjadi murni dan tenang selama engkau masih melakukan kemusyrikan terhadap-Nya? Bagaimana mungkin engkau bisa sejahtera, selama engkau masih mengejar seseorang, mengeluh kepadanya dan mengemis kepadanya? Bagaimana kalbumu bisa suci jika tak mengikuti Rasul dan menguatkan tauhid?
Engkau selalu tertutup tabir dari Allah, sebab engkau masih bergantung pada makhluk dan berharap banyak pada mereka.
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Jala Al-Khawathir--

TIGA KENISCAYAAN MENURUT IMAM ALI


Imam Ali bin Abi Thalib k.w. mengatakan:
1.“Silahkan berbuat baik kepada orang yang engkau kehendaki niscaya engkau akan menjadi rajanya.
2.Mintalah kepada orang yang engkau kehendaki niscaya engkau akan menjadi tawanannya.
3.Merasa cukuplah dengan apa yang engkau miliki dengan tidak meminta kepada orang yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi orang kaya seperti dirinya.”

Dalam sebuah hadis disebutkan,
“Barangsiapa mencintai sesuatu dia akan menjadi tawanannya.”
Imam Ali k.w. mengatakan,”Aku adalah tawanan orang yang pernah mengajarkan aku satu huruf.Jika menghendaki, ia bisa menjualku; dan ia juga bisa memerdekakanku.”
----Imam Nawawi Al-Bantan dalam Nashaihul Ibad----

OBAT HATI DARI SYEKH ABDUL QODIR AL-JAILANI


“Hati itu berkarat kecuali apabila pemiliknya rajin merawatnya seperti yang disebutkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya hati itu dapat berkarat dan yang dapat menggosok (karat itu) adalah dengan membaca Al-Qur’an dan mengingat kematian serta menghadiri majelis-majelis dzikir.”
Hati itu hitam karena cintanya yang begitu besar oada dunia dan rakus terhadapnya, tanpa sifat wara’ sedikitpun. Sebab, barangsiapa yang hatinya telah dikuasai oleh kecintaan pada dunia, maka wara’-nya akan hilang. Ia akan terus kumpulkan dunia itu, baik dari sumber yang halal maupun yang haram. Ia tidak mampu lagi membedakannya, tak lagi punya rasa malu. Dan muraqabah-nya kepada Allah Azza wa Jalla akan hilang.

Wahai kaum Muslimin, terimalah apa yang disampaikan oleh Nabi kalian itu, dan bersihkan kembali karat hati kalian dengan resep yang telah diberikan oleh beliau. Seandainya seorang dari kalian mengidap suatu penyakit, lalu seorang dokter memberinya resep sebagai obatnya, tentu ia tidak akan merasa nyaman hidupnya sebelum memakan obat itu bukan?”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Rabbani--

HINGGA KAU TERBAKAR


Kita telah mengalami berjuta kelahiran.
Dari materi yang tak bernyawa.
Kita dengan tanpa sadar berkembang menjadi kesadaran tetumbuhan,
lalu berubah ke dalam kehidupan binatang.
Dan, di tiap perubahan selalu diiringi dengan berbagai kesulitan, lalu bergerak
menjadi makhluk yang memiliki daya fikir dan moral. Kemudian berubah menjadi
makhluk yang dikaruniai kesadaran intuisi yang bisa mengetahui segala yang
ada di balik bukti-bukti indrawi. Jejak-jejak kaki terus membentang hingga ke
pantai. Lalu melampaui jejak itu sirna dalam samudera.

Samudera kesadaran itu luas. Bentuk-bentuk kita mengapung-apung di atas
permukaannya. Seperti sebuah cawan-cawan kosong. Hingga kita menjadi
penuh dengan air. Lalu, kita tenggelam ke dalam dasar samudera.

Apakah kamu ingin tenggelam dalam Tuhan?
Maka selamilah dirimu!
Jangan pernah menyembul ke atas dan ke dalam lagi. Seperti sesuatu yang
mengapung di lautan. Dengan ketakjuban, “Mana yang lebih menyenangkan—di
dasar atau di permukaan?”

Para kekasih yang dekat dengan Kekasihnya adalah laron-laron yang tidak
dapat menghentikan hasrat ketertarikan pada cahaya lilin.

Tak ada yang meyakinkan hingga kamu terbakar. Apakah kamu ingin
mengetahuinya dengan yakin? Jika mau, duduklah di dekat api!
--Jalaluddin Rumi
Diterjemahkan oleh Tasirun Sulaiman dalam buku Kalender Kearifan Sufi:
Renungan Sepanjang Tahun

BAGAIMANA JIWA SETELAH KEMATIAN JASAD

BAGAIMANA JIWA SETELAH KEMATIAN JASAD?
Menurut Imam Al-Ghazali, jiwa manusia tak bergantung kepada jasad. Pandangan sebagian orang yang menentang keberadaan jiwa setelah kematian didasarkan atas dugaan bahwa jiwa harus dibangkitkan setelah jasadnya menyatu dengan tanah. Sebagian Ahli Kalam juga berpendapat bahwa jiwa manusia musnah setelah mati, kemudian dibangkitkan kembali. Padahal, pendapat semacam ini bertentangan dengan nalar dan Al-Quran.

Seperti yang dibahas sebelumnya, kematian jasad sama sekali tidak mempengaruhi dan tidak menghancurkan jiwa, seperti disebut dalam Al-Quran, “Janganlah kamu pikir orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati. Tidak! Mereka hidup, bahagia dengan kehadiran Tuhan mereka dan dalam limpahan karunia.”
Tak sedikit pun rujukan syariat yang menyebutkan bahwa ruh orang yang telah mati, baik ataupun jahat, akan musnah. Bahkan, diriwayatkan dalam hadis, Nabi SAW pernah bertanya kepada ruh orang yang kafir yang terbunuh mengenai kebenaran hukuman yang diancamkan kepada mereka. Ketika para sahabat menanyakan apa gunanya bertanya kepada mereka, Rasulullah bersabda, “Mereka bisa mendengar kata-kataku lebih baik daripada kalian!”

Diriwayatkan pula bahwa beberapa sufi pernah melihat surga dan neraka ketika mereka mencapai eksatase. Ketika kembali sadar, wajah mereka menunjukkan apa yang telah mereka saksikan; sarat dengan tanda-tanda kebahagiaan dan ketakutan yang hebat. Namun, visi (penglihatan) ke dunia gaib ini tak lagi dibutuhkan bagi orang-orang yang berpikir. Bagi orang yang selalu menyibukkan dirinya untuk memuaskan hawa nafsu, saat kematian menghentikan seluruh perangkat indrawinya dan ketika segalanya musnah kecuali kepribadiaanya, ia akan menderita karena harus berpisah dengan segala bentuk keduniawia yang begitu dekat dengannya selama ini, seperti: istri, anak, kekayaan, tanah dan harta kekayaan lainnya.
Sedangkan orang yang telah menghindari keduniawian dan meneguhkan cinta kepada Allah, niscaya akan menyambut kematian sebagai.

HAKIKAT DIRI DALAM SHALAT


Ibnu Athaillah berkata, "Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili r.a. Mengatakan, 'Keadaan dirimu bisa diukur melalui shalat. Jika engkau meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi maka kau bahagia. Tapi, jika tidak, tangisilah dirimu. Jika kaki ini masih sulit dilangkahkan menuju shalat, adakah orang yang tidak ingin berjumpa dengan Kekasihnya?!
Allah SWT berfirman, 'Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.' (QS. Al-Ankabut 29: 45). Maka, barangsiapa yang ingin mengenal hakikat dirinya di sisi Allah dan mengetahui keadaannya bersama Allah, perhatikanlah shalatnya. Apakah ia melakukan shalat dengan khusyuk dan tenang atau dengan lalai dan tergesa-gesa?
Jika engkau tidak menunaikan shalat dengan khusyuk dan tenang, sesalilah dirimu! Sebab, orang yang duduk dengan pemilik kesturi, ia akan dapatkan wanginya. Sementara, ketika shalat, sesungguhnya engkau duduk bersama Allah. Jika engkau ada bersama-Nya tetapi tidak mendapatkan apa-apa, berarti ada penyakit dalam dirimu, mungkin berupa sombong, ujub, atau kurang beradab. Allah SWT berfirman, 'Akan Ku-palingkan dari ayat-ayat-Ku orang yang bersikap sombong di muka bumi dengan tidak benar.' (QS Al-A'raf 7: 146). Karena itu, setelah menunaikan shalat, janganlah terburu-buru pergi meninggalkan tempat shalat. Duduklah untuk berzikir mengingat Allah seraya meminta ampunan atas segala kekurangan. Bisa jadi shalatnya tidak layak diterima. Tapi, setelah berzikir dan beristigfar, shalatnya menjadi diterima. Rasulullah Saw. sendiri selepas shalat selalu membaca istigfar sebanyak tiga kali.'"
--Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-'Arus--

CARILAH DIRIMU SENDIRI


Yahya ibn Mu’adz Ar-Razi (w. 257 H) mengatakan, “Mungkin di antara
kalian akan menemui orang yang berkata, ‘Aku sudah 20 tahun mencari
Tuhanku’. Maka katakan, hal itu adalah bohong! Sebab, selamanya,
Tuhan tidak mungkin dia temukan dalam jiwanya yang sempit. Carilah dulu
dirimu hingga kau benar-benar menemukannya. Jika kau telah temukan
dirimu, kau akan “menemukan-Nya”.’” (Abu Nu’aim Al-Asbihani dalam
Hilyatul Auliya’)

MAHABBAH IMAM AL-GHAZALI

Abu Bakar Ash-Shiddiq menuturkan, "Orang yang sudah merasakan
nikmatnya mencintai Allah secara tulus akan selalu sibuk dengan cintanya
itu, sehingga tak ada kesempatan sedikit pun untuk berurusan dengan
dunia. Ia pun akan menghindar dari hiruk pikuk kehidupan manusia."
Imam Al-Hasan berkata, "Orang yang mengenal Tuhannya pasti akan
mencintai-Nya. Orang yang mengenal dunia pasti zuhud darinya. Orang
mukmin tak akan bermain-main kecuali dalam keadaan lupa. Ketika sudah
ingat dan merenungkan apa yang ia perbuat, ia pasti akan merasa sedih
dan menyesal tak terkira."
Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, "Ada sebagian makhluk Allah yang
tak tergiur terhadap surga berikut segala kenikmatannya. Lalu,
bagaimana mungkin dia dapat tergiur terhadap dunia."
--Imam Al-Ghazali dalam Al-Mahabbah--

NASEHAT SYEKH ABDUL QODIR AL-JAILANI TENTANG RIDHA


"Kalian harus senantiasa ridha kepada Allah Azza wa Jalla dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan baik maupun buruk, sehat ataupun sakit, kaya maupun miskin, dan dalam keadaan sukses ataupun gagal. Aku tidak melihat obat yang baik bagi kalian selain berserah diri kepada-Nya, Jika Allah menakdirkan sesuatu bagi kalian, janganlah takut. Janganlah mengeluh kepada selain-Nya, sebab itu justru bisa menyebabkan bencana bagi kalian, Tenang dan diamlah! Jika kalian ridha, Dia akan mengubah kesusahan kalian menjadi kebahagiaan!"
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani--

MEMAKNAI KALIMAT

MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU (Barang siapa
mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya )

WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU ( Barang siapa
mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh )

MAN TOLABAL MAOLANA BIGOERI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN
BAIDA ( Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri
maka dia akan tersesat semakin jauh )

IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI
( Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri )

ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU DHOHIRULLAAH (Allah itu
bathinnya manusia, manusia adalah dhohirnya (kenyataannya) Allah )

AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU ( Rahasia kalian adalah rahasia-Ku )
DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU
MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU,
DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGOFA, DI DALAM
SYAGOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN
RAHASIA.

LAA YARIFALLAAHU GHOIRULLAH ( Yang mengenal Allah hanya Allah )
AROFTU ROBBI BI ROBBI ( Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan )
MAA AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA (Aku tidak mengenal Engkau,
kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan )

TANDA-TANDA KENABIAN DALAM ISLAM

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seorang Nashrani masuk Islam. la selalu mengaji Surat Al-Baqarah dan Ali Imran, dan ia juga pernah menjadi juru tulis Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kemudian ia kembali memeluk agama Nashrani. Ia mengatakan: “Muhammad tidak pernah tahu apa pun, kecuali apa yang aku tuliskan untuknya”.
Kemudian Allah mencabut nyawanya, lalu ia dimakamkan. Namun, ketika pagi harinya ternyata ia telah dilemparkan oleh bumi. Orang-orang Nashrani lainnya pun berkata: “Ini pasti ulah Muhammad dan para Sahabatnya karena ia telah kabur dari mereka. Jadi, ketika teman kita ini dikubur, mereka menggali kuburannya lalu melemparkannya keluar”.
Mereka pun kemudian menggali kuburan lebih dalam lagi. Ketika pagi hari, jenazahnya kembali telah dilempar oleh bumi. Mereka berkata lagi: “Ini pasti ulah Muhammad dan para Sahabatnya karena ia telah kabur dari mereka. Jadi, ketika teman kita ini dikubur, mereka menggali kuburannya lalu melemparkannya keluar.”
Lantas mereka kembali menggali kuburan sedalam-dalamnya, namun di pagi hari ternyata jenazah itu kembali telah di lempar oleh bumi. Mereka pun akhirnya tersadar bahwa bukan manusia yang melakukan hal itu. Kemudian mereka membiarkannya. [Shahih Bukhari, Pasal Manaqib, Bab 'Alaamat an Nubuwwah fil Islaam (tanda-tanda kenabian dalam islam)]
Kisah ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Muhammad bin Rafi’ (dalam kitab Shifaatul Munaafiqiin wa Ahkaamuhum no.14]
Sumber: Disalin dari buku ‘Kisah-Kisah Su’ul Khatimah’, Manshur bin Nashir al-’Awaji, Penerbit Darussunnah

HR. BUKHORI - MUSLIM

Dari Abi Zaid Usamah bin Zaid bin Haritsah ra berkata : aku mendengar Rosulallah SAW bersabda : aka ada seorang laki-laki yang datang pada hari kiyamat lalu masuk ke dalam neraka, dalam keadaan terurai isi perutnya, lalu ia berputar-putar seperti berputarnya seekor keledai pada sebuah kisaran, lalu orang-orang bertanya : wahai pulan kenapa anda begitu? Bukankah anda orang yang suka memerintahkan kebaikan dan menjauhi kemunkaran?, maka ia menjawab : ia benar, saya suka menyuruh orang lain berbuat kebaikan tapi saya sendiri tidak melakukannya, dan saya juga suka memerintahkan orang lain supaya menjauhi kemungkaran, tapi saya sendiri malah melakukan kemungkaran (HR : Bukhori – Muslim . Riyadlu Sholihin : 1/98)

DZIKIR DAN RASA SYUKUR KEPADA ALLAH


Dzikir merupakan inti dari sikap dan rasa syukur. Tidaklah dikatakan bersyukur pada Allah SWT orang yang tak pernah mau berdzikir. Allah akan mengingat mereka yang sering berdzikir dan menjanjikan akan menambah nikmatnya jika kita mau mensyukuri semua anugerah-Nya. Rasulullah SAW bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi SAW bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Allah SWT berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152).

TENTANG DZIKIR


"Tidak ada ibadah yang lebih bermanfaat bagimu daripada dzikir. Sebab,
dzikir adalah ibadah yang bisa dilakukan orang tua dan orang sakit yang
sudah tidak mampu lagi berdiri, rukuk, dan sujud.
Maka, bersihkan cermin hatimu dengan khalwat dan dzikir hingga kelak
kau berjumpa dengan Allah SWT. Hatimu harus selalu ingat Allah
sehingga cahaya menyinarimu. Jangan seperti orang yang ingin menggali
sumur, kemudian ia menggali di satu tempat sedalam satu jengkal lalu
menggali di tempat lain sedalam satu jengkal pula. Jadi, airnya tidak
akan pernah keluar. Tetapi, galilah di satu tempat sehingga airnya
memancar.
Hai hamba Allah, agamamu adalah modalmu. Jika engkau telah menyia-
nyiakan modalmu, sibukkan lisan dengan berdzikir mengingat-Nya,
sibukkan hati dengan cinta kepada-Nya, dan sibukkan tubuhmu dengan
menaati-Nya. Tanamlah wujudmu di tempat menanam hingga benih muncul
dan tumbuh. Siapa yang memperlakukan hatinya sebagaimana petani
memperlakukan tanahnya, pasti hatinya bersinar."
--Demikian menurut Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-'Arus--

TANDA AKHLAK YANG BAIK


Syah Al-Kirmani mengatakan, "Di antara tanda akhlak yang baik adalah menahan penderitaan dan menanggung siksaan."
Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, kamu tak akan bisa memuaskan manusia dengan hartamu. Puaskanlah mereka dengan kecerahan wajah dan keindahan akhlak."(H.R. Al-Hakim dan Baihaqi)
Dzun Nun Al-Mishri ditanya, "Siapakah orang yang paling menggelisahkan manusia?"
"Orang yang paling buruk akhlaknya," jawabnya.
Abu Hafsh pernah ditanya mengenai akhlak, lalu dijawab, "Akhlak adalah apa yang dipilihkan Allah untuk nabi-Nya sebagaimana termaktub dalam firman-Nya:
"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf serta berpalinglah dari orang-orang bodoh." (QS Al-'Araf: 199)
--Risalah Qusyairiyah--

INDAHNYA SIKAP QONA'AH


Menurut Muhammad bin Ali At-Tirmidzi, sikap qana'ah adalah jiwa yang rela terhadap pembagian rezeki yang ditentukan oleh Allah. Atau bisa juga dikatakan bahwa qanaah adakah sikap merasa cukup dengan sesuatu yang ada dan tidak berkeinginan terhadap sesuatu yang tidak ada hasilnya.
Ulama sufi bernama Wahab berpendapat menarik, dia mengatakan "kemuliaan dan kekayaan akan berkeliling mencari teman. Apabila mereka telah menemukan qanaah, maka keduanya akan menetap."
Ulama yang lain juga mengatakan, siapa yang qanaahnya "gemuk," maka dia akan mencari makanan yanh ada lemaknya. Siapa yang mengembalikan diri sendiri kepada Allah SWT dalam segala hal, maka dia akan diber rezeki.

Rasulullah SAW bersabda,"Jadilah orang yang wara, maka engkau akan menjadi orang yang paling ahli beribadah. Jadilah orang yang qanaah, maka engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur. Cintailah orang lain sebagaimana engkau mencintai diri sendiri, maka engkau akan menjadi mukmin yang baik. Berbuat baiklah kepada tetanggamu, maka engkau akan menjadi orang Islam yang baik. Sedikitlah tertawa, sebab banyak tertawa akan mematikan hati."(H.R. Al-Baihaqi dan terdapat dalam kitab Kanzun)
---Disarikan dari Risalah Qusyairiyah---

ENAM TIPUAN DALAM LAMUNAN


Yahya Ibn Mu’adz Ar-Razi berkata: “Menurutku, tipuan yang paling besar dalam mengharapkan datangnya rahmat Allah adalah:
1. Senantiasa berbuat dosa dengan harapan dosa-dosanya nanti diampuni oleh Allah tanpa adanya penyesalan;
2. Merasa dekat dengan Allah tanpa ada usaha beribadah dan taat kepada-Nya;
3. Menanti kenikmatan surga dengan menabur benih-benih siksa neraka;
4. Mencari tempat kembali orang yang taat (yaitu surga) dengan melakukan kemaksiatan;
5. Menanti pahala tanpa beramal;
6. Mengharapkan rahmat Allah dengan melakukan perbuatan yang melampaui batas.”
Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
“Sesungguhnya kalian hanya diberi balasan menurut amal yang kalian kerjakan.” (QS. Ath-Thuur (52): 16 dan At-Tahriim (66): 7)

WASIAT DZUN-NUN AL-MISHRI UNTUK ANAK MUDA


Dzun-Nun Al-Mishri memberi wasiat kepada seorang pemuda, “Hai anak
muda! Ambilah senjata celaan bagi dirimu, dan gabungkanlah dengan
menolak kezaliman, maka di Hari Kiamat engkau akan memakai jubah
keselamatan. Tahanlah dirimu dalam taman ketentraman, rasakanlah
pedihnya fardhu-fardhu keimanan, maka engkau akan memperoleh
kenikmatan surgawi. Teguklah cawan kesabaran dan persiapkan ia
untuk kefakiran hingga engkau menjadi orang yang sempurna.”
Lalu pemuda itu bertanya, “Diri mana yang sanggup melakukan itu?”
Dzun-Nun Al-Mishri menjawab, “Diri yang bersabar atas lapar, yang
teringat pada jubah kezaliman, diri yang membeli akhirat dengan dunia
tanpa syarat dan tanpa kecuali, dan diri yang memperisaikan kerisauan,
yang mengiringi kegelapan pada kejelasan.
Diri yang merasa cukup dengan makanan sedikit, menundukkan pasukan
nafsu, dan bersinar dalam kegelapan. Ia bercadarkan kudung berhias,
dan menuju kemuliaan dalam kegelapan. Ia meninggalkan penghidupan.
Inilah diri yang berkhidmat, yang mengetahui hari yang akan datang.
Semua itu dengan taufik Allah yang Mahahidup dan Maha Berdiri
Sendiri.”

---Dikutip dari Al-Washaya li Ibn ‘Arabi---

MARI DZIKIR ATAS NAMANYA YANG AGUNG


Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asy’ari r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bersuci adalah separuh dari keimanan; kalimat Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah Swt.) akan memenuhi timbangan; kalimat Subhanallah wal-hamdulillah (Mahasuci Allah, dan segala puji adalah milik Allah Swt.) akan memenuhi apa-apa yang ada di antara langit dan bumi; shalat adalah cahaya; sedekah adalah sebagai tanda (keimanan bagi yang memberikannya); sabar adalah cahaya; sedangkan Al-Qur’an adalah hujjah untuk membelamu atau hujjah untuk melawanmu. Setiap orang itu berangkat pagi, lalu menyerahkan dirinya kepada Allah Swt maka berarti dia membebaskan dirinya sendiri (dari siksa Allah Swt.) atau membinasakan dirinya sendiri.” (HR Muslim).

MATI SEBELUM MATI


Malaikat Maut a.s. datang kepada Nabi Musa a.s. dengan sebuah apel di tangannya. Dia mempersilakan Nabi Musa a.s. mencium apel itu, lalu dia mengambil ruhnya ketika Musa a.s. sedang menghirup aroma apel tersebut.
Perlakuan yang sama akan diberikan kepada siapa pun yang mempunyai kedudukan sebagai manusia yang dekat kepada Allah. Malaikat mengambil ruhnya dengan cara yang semulus-mulusnya dan seindah-indahnya.
Maka, kalian harus mati sebelum kalian mati (muutuu qabla an tamuut)--terhadap diri rendah kalian (nufus) dan kehendak kalian (iradah). Kalian harus sering mengingat mati, dan mempersiapkan diri menghadapinya sebelum ia datang, sebab dengan cara itulah kalian akan mati sebelum kalian benar-benar mati. Dengan begitu, kematian datang kepadamu dengan lancar dan mudah bagi kalian, sebab kalian tak lagi membawa beban berat kegalauan dan kerisauan.
Kedatangan kematian adalah mutlak dan tak terelakkan lagi!"
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Jala Al-Khawathir--

OBAT BAGI HATI YANG BERKARAT


Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh hati itu berkarat. Beningkan ia dengan membaca Al-Quran, mengingat mati, dan menghadiri majelis zikir atau majelis ilmu." (HR. Syihab dan Baihaqi).
Hati itu berkarat. Jika si pemilik hati melakukan apa yang diajarkan Nabi SAW, maka ia akan bening kembali. Jika tidak, hati akan menghitam. Ia menghitam karena memang jauh dari cahaya; ia pekat karena kecintaannya yang berlebih kepada dunia tanpa warak. Karena, jika hati seseorang didominasi oleh cinta dunia, waraknya akan hilang. Ia himpun harta dunia, baik yang halal maupun yang haram. Tak ada lagi upaya memilah-milah antara yang halal dan yang haram dalam mengumpulkan kekayaan. Rasa malunya kepada Allah pun pudar; ia lupa bahwa Allah senantiasa mengawasinya (muraqabah Allah).
Wahai kaumku, ikutilah petunjuk Nabi kalian, Muhammad SAW Beningkan kembali hatimu yang berkarat dengan obat yang telah dijelaskan Rasulullah SAW kepada kalian. Kalau seorang di antara kalian sakit, lalu ia diberi resep oleh dokter, ia tidak akan merasakan nikmatnya hidup (penyakitnya takkan sembuh) sebelum ia meminum obat tersebut. Tanamkan kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasimu dalam khalwah (saat engkau menyendiri) dan jalwah ( bersama dengan orang lain). Jadikan Allah sebagai pusat perhatianmu sehingga seakan-akan engkau melihat-Nya. Bila engkau tak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. Siapa yang ingat kepada Allah dengan hati, dialah pezikir sejati. Dan siapa yang ingat kepada Allah tidak dengan hati, ia belum pantas disebut pezikir. Lidah itu pelayan dan pengikut hati.
Biasakanlah menyimak wejangan dan nasihat, karena hati yang tidak disirami wejangan dan nasihat akan buta."

--Syekh Abdul Qadir dalam Mawa'izh karya Shalih Ahmad Asy-Syami--

PENYUCIAN JIWA TAK CUKUP SESAAT


"Jika engaku menghadiri majelis ilmu, lalu kembali melakukan pelanggaran dan kelalaian, janganlah kau katakan, 'Apa gunanya aku hadir?' Tetapi, tetaplah hadir! Sebab, selama 40 tahun kau mengidap penyakit, lalu kau berpikir akan hilang penyakitnya dalam sekejap atau satu hari saja?
Keadaanmu itu sama seperti pasir yang dilemparkan ke satu tempat selama 40 tahun, mungkinkah ia lenyap dalam sesaat atau tenggelam dalam sehari?
Orang yang melakukan maksiat lalu tenggelam dalam sesuatu yang haram, niscaya dia tidak akan bisa membersihkannya meskipun menyelam tujuh lautan jika belum bertobat kepada Allah."
--Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-'Arus--

PESAN CINTA SYEIHK ABDUL QADIR AL-JAILANI


“Aduhai engkau yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, namun masih juga mencintai lainnya!Dia-lah yang jernih dan selainnya adalah keruh. Apabila engkau mengeruhkan kejernihan itu dengan mencintaiselain-Nya, maka Dia akan membuatmu sedih. Allah Ta’alla akan melakukan seperti yang dilakukan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Yakub a.s. Ketika keduanya cenderung kepada anak mereka masing-masing, Dia lantas menguji dengan anak yang mereka cintai itu. Demikian pula terhadap nabi kita, Muhammad saw. Ketika beliau cenderung kepada kedua cucunya, Hasan dan Husein, kemudian Jibril datang dan bertanya kepada beliau, “Apakah engkau mencintai mereka?” Maka beliau menjawab, “Ya!” Lalu, Malaikat Jibril berkata, “Salah seorang dari mereka akan diracuni. Dan yang lainnya akan dibunuh.” Maka saat itu, beliau mengeluarkan Hasan dan Husein dari hatinya dan mengosongkannya hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Kegembiraan dengan keduanya berubah menjadi kesedihan terhadap mereka. Allah SWT itu cemburu terhadap hati para nabi, wali, dan hamba-hamba-Nya yang saleh.
Wahai orang-orang yang mencari dunia dengan kemunafikan! Bukalah tanganmu!Engkau tidak akan melihat apa-apa di sana. Celaka engkau! Engkau tidak mau bekerja, engkau hanya makan harta orang lain dengan menjual agamamu. Bekerja adalah perbuatan semua nabi. Tak seorang pun dari mereka yang tidak bekerja, dan pada akhirnya mereka mengambil imbalan dari makhluk dengan izin Tuhan mereka.
Wahai orang yang mabukdengan arak dunia, syahwat, dan kepandiran, sebentar lagi kalian akan sadar ketika berada di liang kubur.

---Ceramah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada 18 Rajab 545 H. Dikutip dari kitab Fath Ar-Rabani wa Al-Faidh Ar-Rahmani--

CINTA RASUL MENURUT IBNU ATHA'ILLAH


“Ingatlah, engkau baru akan memperoleh kedudukan mulia dan tinggi di sisi Allah SWT jika engkau benar-benar mengikuti sunnah Nabi SAW. Sebaliknya, engkau justru akan diremehkan dan jauh dari Allah jika engkau tidak mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman, “Katakan (wahai Muhammad), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS Ali Imran [3]: 31).
Mengikuti Nabi SAW terwujud dalam dua hal;secara lahiriah maupun batiniah. Aspek lahiriah berupa pelaksanaan shalat, puasa, haji, zakat, jihad di jalan Allah, dan ibadah-ibadah lainnya. Sedangkan aspek bataniah berupa keyakinan akan adanya pertemuan dengan Allah dalam shalat, disertai kekhusyukan dan perenungan maknanya terhadap bacaan-bacaannya.
Jika engkau sedang melakukan amal ketaatan seperti shalat dan membaca Al-Quran, tetapi pada saat itu engkau tidak memiliki rasa takut, tidak berpikir, dan tidak bisa merenungi, berarti penyakit batin telah menghinggapi dirimu, bisa karena kesombongan, ujub atau sejenisnya.”
Allah SWT berfirman, “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang jelas.” (QS Al-‘Araf [7]: 146)
Orang yang seperti itu tak ubahnya seperti orang yang sedang terkena penyakit demam. Baginya, semua makanan di mulutnya terasa pahit. Ia sama sekali tak merasakan kenikmatan makanan—yang mengundang selera dan lezat sekalipun—akibat rasa pahit di mulutnya. Orang seperti inni tak akan bisa merasakan nikmatnya ketaatan kepada Allah SWT.”
--Ibnu Atha’illah dalam kitab Bahjat An-Nufus--

ALLAH TAK PERNAH TIDUR


Mengapa harus putus asa? Mengapa harus menyerah? Bukankah Tuhan selalu memberi harapan-harapan indah?
Apalagi Anda sudah berusaha keras, berdoa kuat dan telah menanamkan niat mulia dalam lubuk hati yang paling dalam. Maka, ajaklah jiwamu untuk berdamai dengan kenyataan yang dihadapi. Serahkan beban yang berat kepada Allah SWT. Syukuri saja apa yang ada sekarang. Dan, jangan pernah membunuh harapan-harapan indah yang ditawarkan Tuhan.
Tuhan tak pernah tidur! Dia Maha tahu atas segala sesuatu.
"Dialah Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Siapapun yang mendapat syafaat dari-Nya kecuali atas izin Allah? Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan atau di belakang mereka, dan mereka tidak menguasai apa pun dari ilmu Allah kecuali mereka yang di kehendaki-Nya. Luasnya kursi (kekuasaan) Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak meresa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

اللهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ اْلحَيُّ اْلقَيُّوْمُ لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَّلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِى السَّموَاتِ وَمَا فِى اْلأَرْضِ مَنْ ذَاالَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّبِمَاشَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ اْلعَلِيُّ اْلعَظِيْمُ.
''Allaahu laa illaaha illaa huwal hayyul qayyuum. Laa ta'khudzuhuu sinatuw walaa nauum, lahuu maa fiissamaawaati wa maa fiil ardhi man dzalladzii yasyfa'u indahuu illaa biidznih, ya'lamu maa baina aidiihim wa maa khalfahum wa laa yuhiithuuna bi syaiin min 'ilmihi illaa bimaasyaa' wasi'a kursiyyuhus samaawaati wal ardha wa laa yauuduhuu hifdhuhumaa wahuwal 'aliyyul 'adhiim.''

TAKDIR MENURUT SYEIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI


Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Sirrul-Asrar menegaskan, “Karena itu, seseorang tidak boleh berlindung pada rahasia takdir untuk meninggalkan amal saleh. Seperti alasan, “Kalaupun aku di zaman azali sudah ditakdirkan menderita maka tidaklah ada manfaatnya beramal saleh. Dan, jika aku memang ditakdirkan bahagia maka tidaklah membahayakan bagiku untuk melakukan amal buruk.”
Pengarang kitab Tafsir Al-Bukhari berkata, “Sesungguhnya kebanyakan dari rahasia itu diketahui tapi tidak perlu dibahas seperti rahasia takdir. Seperti Iblis, ketika ia mengelak untuk tidak menghormati Adam, ia berkelit pada hakikat takdir. (Ketika ia ditanya mengapa engkau tidak menghormati Adam. Ia menjawab, “Inikah takdir-Mu Ya Allah?”). Dengan begitu ia kufur dan diusir dari surga. Sebaliknya, Nabi Adam AS selalu menimpakan kesalahan pada dirinya, maka mereka bahagia dan diberi rahmat (tidak mempermasalahkan takdir Allah SWT).
Hal yang wajib bagi semua Muslim adalah jangan berpikir tentang hakikat takdir, agar ia tidak tergoda dan terpeleset menjadi zindik. Justru yang wajib bagi seorang Muslim dan mukmin adalah yakin bahwa Allah SWT adalah Maha Bijaksana. Segala sesuatu yang terjadi dan terlihat oleh manusia di muka bumi ini, seperti kekufuran, kemunafikan, kefasikan, dan sebagainya, adalah perwujudan dari ke-Maha Kuasa-an Allah dan Hikmah-Nya. Dalam hal ini terdapat rahasia luar biasa yang tidak dapat diketahui, kecuali oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hikayat diceritakan bahwa sebagian ahli makrifat bermunajat kepada Allah SWT, “Ya Allah, Engkau telah menakdirkan, Engkau menghendaki dan Engkau telah menciptakan maksiat dalam diriku,” tiba-tiba datanglah suara gaib, “Hai hamba-Ku, semua yang kau sebutkan itu adalah syarat ketuhanan, lalu mana syarat kehambaanmu?” Maka sang ahli makrifat itu menarik kembali ucapannya, “Aku salah, aku telah berdosa dan aku telah berbuat zalim pada diriku.” Maka datanglah jawaban dari suara gaib, “Aku telah mngempuni. Aku telah memaafkan dan Aku telah merahmati.”
Maka yang wajib bagi semua mukmin adalah berpandangan bahwa amal yang baik adalah atas taufik Allah dan amal yang buruk adalah dari dirinya, sehingga ia termasuk ke dalam hamba-hamba Allah yang disinggung dalam Al-Qur’an,
“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka mengingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah.” (QS. Ali ‘Imrân [3]: 135)
Jika seorang hamba menganggap bahwa perbuatan maksiat berasal dari dirinya, maka ia termasuk orang yang beruntung dan selamat. Ketimbang menganggap bahwa dosa adalah dari Allah SWT, meskipun secara hakiki memang Allah SWT penciptanya.”
--Kitab Sirrul-Asrar wa Mazh-harul-Anwar; Rasaning Rasa karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, terjemah KH Zezen ZA Bazul Ashab, Salima dan Pustaka Zainiyyah--

MARI SIBUKKAN DIRI DENGAN MEMUJI ALLAH


"Orang Mukmin sibuk memuji Allah sehingga lupa memuji dirinya. Ia juga sibuk menunaikan kewajiban kepada Allah sehingga tidak ingat kepentingan dirinya sendiri. Andaikan engkau cerdas dan pintar, tentu dirimu lebih memperhatikan hak-hak Allah yang harus ditunaikan daripada kepentingan dirimu."
--Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-'Arus--

HAKIKAT DUKA CITA


Ibnu Khafif mengatakan bahwa duka cita dapat memperkecil keinginan hawa nafsu dari bergolaknya suka cita.
Maka, bisa jadi rasa berduka merupakan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk menyadarkan kesadaran batin kita. Alangkah hebatnya jika kita mampu menggunakannya sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah. Seperti yang diucapkan oleh Abu Usman, segala bentuk duka cita adalah keistimewaan dan keutamaan bagi orang yang Mukmin, selagi bukan untuk kemaksiatan. Apabila ia tidak memberikan keistimewaan, maka ia pasti memberikan kebersihan.
Menurut Fudlail bin 'Iyadl, ulama salaf selalu berkata, "Segala sesuatu adalah zakat, sedangkan zakat adalah duka cintanya akal."
Suatu saat Abu Usman Al-Hiri ditanya tentang duka cita, dia mengatakan, "Orang yang berduka tidak akan lepas dari permohonan. Maka, carilah kedukaanmu, lalu bermohonlah kepada Allah!"
Mari jadikan kesedihan dan duka cita kita sebagai jalan untuk penyucian batin dan media untuk memohon kepada Allah, saat getar kesedihan itu muncul di hati alihkan kepada Allah, kembalikan kepada-Nya, jadikan ia sebagai medan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
--Disarikan dari Risalah Qusyairiyah--

MARI RAYAKAN DENGAN DZIKIR


Mahasuci Dzat Yang Maha agung
Seluruh jejak di alam berdzikir kepada Allah atas banyaknya pelajaran
Segala sesuatu menjadi dzikir yang layak bagi-Nya
Benda mati, hewan dan pepohonan pun berdzikir
Masing-masing memiliki bahasa sendiri dan bertasbih kepada-Nya
Dialah Dzat yang Ilmu-Nya menjangkau semua
Namun tak akan ada satu pun pikiran yang mampu menjangkau-Nya.


Jika aku mengingat-Mu, hatiku gelisah
Begitulah pikiran dan jiwaku saat berdzikir kepada-Mu
Hingga seolah-olah Raqib menyeruku,
“Janganlah engkau merasa berdzikir
Jadikanlah penyaksianmu saat berjumpa sebagai peringatan
Tuhanlah yang telah berdzikir mengingatmu
Tidaklah engkau melihat petunjuk Tuhan?
Seluruhnya terhubung dari-Nya hingga kepadamu?
Anugerahilah aku dzikir yang bersih dari segala kerancuan
Kasihilah hamba agar hati ini selalu menyaksikan-Mu..

--Dikutip dari kitab Al-Qashd Al-Mujarrad fi Ma’rifat al-Ism Al-Mufrad karya Ibnu Atha’illah--

JEJAK CINTA SEORANG HAMBA


Imam Abu Bakar Asy-Syibli menceritakan:
Aku berjumpa dengan seorang perempuan yang berasal dari Habsyah yang tampak linglung tak tentu arah. Dia berlari-lari dan berjalan cepat tak tahu tujuan.
Lalu, kukatakan kepadanya, “Wahai Ibu, kasihanilah dirimu!”
Tiba-tiba dia menjawab, “Huwa (Dia).”
“Darimana engkau sebenarnya?” tanyaku.
“Dari Huwa (Dia).”
“Engkau mau pergi kemana?”
“Pergi ke Dia.”
“Apa yang kau inginkan dari Dia?”
“Dia.”
Akhirnya, aku bertanya, “Berapa kali engkau menyebut Dia?”
“Lidahku tak pernah lelah menyebut Dia (Huwa) sampai aku bertemu dengan Dia,” jawabnya tegas.
Lalu, tiba-tiba dia bersenandung,
“Kehormatan cintaku kepada-Mu tak tergantikan.
Hanya Engkau yang kutuju; tidak ada yang lainnya.
Aku tergila-gila kepada-Mu, meski mereka menganggapku sakit.
Kujawab bahwa sakit ini tak pernah lenyap dari diriku.”
Kemudian, Imam Abu Bakar Asy-Syibli mengatakan kepada perempuan itu:
“Wahai hamba Allah, apakah yang engkau maksud dengan Dia (Huwa)? Apakah Allah?
Tiba-tiba, mendengar kata “Allah” disebut oleh Asy-Syibli di depannya, nafasnya langsung tersengal-sengal, lalu ia secara mengejutkan meninggal dunia sejurus setelah itu.
Imam Abu Bakar Asy-Syibli pun bercerita bahwa ketika dirinya hendak mengurus jenazah wanita tersebut, tiba-tiba dia mendengar suara, “Wahai Asy-Syibli, barang siapa mabuk cinta kepada Kami, linglung mencari Kami, lalu terus berdzikir mengingat Kami, serta meninggal dengan nama Kami, biarkanlah dia kepada Kami! Pengurusan (jenazahnya) menjadi kewajiban Kami!”
Lalu, segera saja Asy-Syibli menoleh ke arah suara itu. “Aku menoleh ke sumber suara itu, tapi aku tak melihat siapa pun. Aku terhijab. Aku pun tak tahu apakah wanita tersebut diangkat atau dikubur. Wanita itu mendadak hilang. Semoga Allah mengampuninya.”
--Dikutip dari kitab Al-Qashd Al-Mujarrad fi Ma’rifat al-Ism Al-Mufrad karya Ibnu Atha’illah

SELAGI MASIH ADA WAKTU UNTUK MENDEKAT


“Tak ada cara yang lebih baik bagi hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku selain mengerjakan kewajiban yang Ku-bebankan padanya. Dan hamba-Ku akan terus mendekati-Ku dengan mengerjakan nawafil hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintai, maka Aku adalah telinga yang dengannya ia mendengar, mata yang dengannya ia melihat, tangan yang dengannya ia menyentuh, dan kaki yang dengannya ia melangkah. Maka, dengan-Ku ia mendengar, menyentuh, dan berjalan. Jika ia meminta pasti Ku-beri, dan jika memohon pertolongan pasti Ku-tolong. Tak ada pekerjaan yang ragu untuk Ku-kerjakan selain memisahkan jiwa hamba-Ku yang mukmin (dari raganya) yang tidak ingin mati, karena Aku tidak ingin menyakitinya, padahal (kematian) itu harus terjadi padanya.” (HR Bukhari) 

NASEHAT SYEIKH ABDUL QADIR JAILANI


"Wahai anakku terkasih! Aku nasihatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah dan senantiasa takut untuk menyakiti hati-Nya. Aku juga menasihatkan kepadamu agar setiap saat engkau siap memenuhi kewajibanmu kepada kedua orangtuamu dan kepada orang-orang tua (masyâ’ikh), sebab Allah memandang dengan penuh keridhaan kepada hamba-Nya manakala memenuhi kewajiban itu. Engkau harus menjadi pengawal setia Kebenaran, baik ketika engkau sendirian maupun sedang berada bersama orang banyak.”
---Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani

HATI YANG TAK MENDUA

Ibnu Atha'illah mengatakan, "Pahamilah firman Allah, 'Yaitu hari harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang yang menghadap Allah dengan kalbu yang sehat." Kalbu yang sehat adalah yang hanya bergantung kepada Allah.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri seperti pertama kali Kami ciptakan. Lalu kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) ini apa yang telah Kami karuniakan kepadamu.' Dapat dipahami bahwa kau baru bisa datang kepada Allah dan sampai kepada-Nya jika kau sendirian tanpa apa pun selain Dia. Allah berfirman, "Bukankah Dia mendapatimu sebagai yatim, lalu Dia memberikan perlindungan?"
Maksudnya, Allah akan melindungimu jika kau benar-benar yatim dari segala sesuatu selain Dia.
Nabi SAW bersabda, 'Allah itu ganjil (tunggal), senang kepada yang ganjil.' Artinya, Dia menyenangi hati yang tidak menerima dualisme. Hati itu hanya untuk Allah. Dengan pertolongan Allah, orang yang berada di hadapan-Nya dan mendapat curahan nikmat-Nya dapat memahami. Maka, bagaimana mungkin mereka akan bersandar kepada selain Dia, sementara mereka telah menyaksikan wujud ke-esaan-Nya."
--Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-Arus 

PESAN CINTA UNTUK DAWUD A.S


“Wahai Dawud! Berpeganglah engkau pada firman-firman-Ku. Buanglah sikap “dari dirimu untuk dirimu” agar kecintaanmu kepada-Ku tak tertutup dari dirimu. Janganlah kamu jadikan hamba-hamba-Ku berputus asa dari rahmat-Ku, agar Aku tidak putuskan gelora hasrat nafsumu kepada-Ku. Karena Aku hanya memperkenankan hasrat nafsu itu bagi makhluk-Ku yang lemah. Makhluk-Ku yang kuat tidak patut untuk menuruti syahwat, sebab syahwat dapat mengurangi kenikmatan bermunajat kepada-Ku.
Balasan paling ringan bagi makhluk-Ku yang kuat (yang mengikuti syahwatnya) adalah menghalangi akal mereka dari-Ku. Aku tidak rela jika dunia dinikmati oleh kekasih-Ku. Aku juga membebaskannya dari dunia itu.
Wahai Dawud! Janganlah berguru kepada orang alim yang kemabukannya akan menutupi engkau dari kecintaan-Ku. Mereka adalah perampok para hamba-Ku yang hendak menuju Aku (al-murîdîn). Tinggalkanlah nafsu dengan cara membiasakan diri berpuasa terus menerus. Jangan sekali-kali mencoba meninggalkan puasa, karena kecintaan-Ku terhadap puasa tak akan pernah hilang.
Wahai Dawud! Cintailah Aku dengan cara memerangi dirimu! Cegahlah dirimu dari hawa nafsu. Jika itu dapat engkau lakukan, maka Aku akan memandangmu. Engkau pun akan melihat tabir antara Aku dan kamu terangkat. Dan, sungguh, Aku pun akan memenuhi dirimu dengan pahala atas ketakwaanmu jika itu yang engkau inginkan.”
---Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mahabbah wa al-Syawq wa al-Uns wa al-Ridha 

TERAPI JIWA


Untuk membangkitkan motivasi agar diri kita selalu beristikamah dalam menjalani ibadah, tindakan raja' bisa dibuka dengan empat tindakan penting berikut ini:
1. Selalu mengingat karunia Allah yang telah diberikan, terutama karunia yang tidak ada campur tangan dan bantuan dirinya.
2. Selalu mengingat janji Allah akan pahala yang banyak dan kasih-Nya yang besar atas amal saleh yang telah dikerjakan.
3. Terus-menerus mengingat pemberian Allah yang besar dalam urusan agama dan dunia. Semua yang sudah diperoleh adalah berkat karunia-Nya dan bukan karena dirinya merasa berhak akan hal yang demikian tersebut.
4. Selalu mengingat luasnya rahmat Allah, mendahulukan rahmat dari murka-Nya dengan terus-menerus mengingat bahwa Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Mahakaya, Maha Pemurah, Pengasih kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa, "Allah Swt. telah menyediakan 100 nikmat, yang satu diturunkan ke dunia dirasakan oleh seluruh makhluk, jin, manusia, burung-burung, dan binatang besar-kecil, dan dengan nikmat yang satu ini mereka saling kasih-mengasihani, sehingga tenteram hidup mereka; dan yang 99 disimpan untuk diberikan hanya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin nanti pada Hari Kemudian."
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata ketika Allah menurunkan ayat, "Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu” (QS al-A'raf 7: 156)... Setan merasa lega, katanya kami juga termasuk dalam yang sesuatu itu. Yahudi dan Nasrani juga demikian merasa lega pula. Allah berfirman, “Aku akan berikan rahmat-Ku pada orang yang takwa dan suka berzakat serta beriman kepada ayat-ayat-Ku, (QS al-A'raf 7: 156)."
"Dengan turunnya ayat ini maka habislah harapan setan. Yahudi dan Nasrani masih juga mempunyai harapan; katanya: “Kami umat juga umat yang bertakwa dan patuh kepada Tuhan, suka memberi zakat dan beriman kepada ayat-ayat Tuhan."
Kemudian turun lagi ayat berikutnya, "Mereka adalah orang-orang yang patuh serta menurut kepada Rasul Nabi yang Ummi, yakni Muhammad Saw." (QS al-A'raf 7: 157)
Setelah turun ayat ini habis pula harapan kaum Yahudi dan Nasrani, karena rahmat yang dijanjikan itu khusus bagi orang-orang yang Mukmin saja.Oleh karena itu kaum Mukmin wajib bersyukur atas belas kasih Allah yang telah memberi nikmat iman. “
Syekh Yahya bin Mu'adz pernah berdoa dengan kalimat berikut: "Ya Allah, jika ganjaran-Mu hanya disediakan bagi orang-orang yang taat, dan rahmat-Mu hanya disediakan bagi orang-orang yang berdosa, maka saya ini termasuk orang yang berdosa, tetap mengharapkan rahmat dari-Mu, berilah aku rahmat-Mu ya Allah." Sedangkan tanda-tanda raja', jika merujuk pada firman Allah (Al-Quran) sedemikian banyak. Di antaranya adalah tekun mengerjakan salat wajib ditambah dengan banyak mengerjakan tahajud pada malam hari; mau membelanjakan harta untuk kepentingan umum yang diridai oleh Allah; banyak berdoa kepada Allah Swt.; merasa lapang hati di kala ingat kepada Allah di tempat yang sunyi dan di kala bertemu dengan ulama; hilang kebingungan di kala duduk berkumpul dengan ahli-ahli kebajikan; dan tidak merasa berat dan payah dalam tolong-menolong berbuat kebaikan dan takwa.
---Imam Al-Ghazali dalam Minhajul-‘Abidiin 

NAFSU LAKSANA CERMIN

"Suatu kali aku berada bersama Syekh Abul-Abbas Al-Mursi r.a. Aku berkata padanya, 'Dalam nafsuku ada sesuatu,'
Syekh menjawab, 'Jika nafsy adalah milikmu, berbuatlah sesuka hatimu. Tapi, itu tak mungkin.'
Lalu, dia melanjutkan, 'Nafsu laksana cermin. Semakin engkau musuhi, ia akan semakin memusuhimu. Karena itu, serahkanlah kepada Tuhannya agar Dia memperlakukan nafsumu sesuai kehendak-Nya. Mungkin kau telah lelah mendidik nafsumu, tapi ia tak juga tunduk dan taat. Seorang Muslim adalah yang menyerahkan nafsunya kepada Allah sesuai dengan firman Allah: 'Allah telah membeli dari orang beriman, nafsu (diri) dan harta mereka untuk dibalas dengan surga.'"(QS At-Taubah: 111)
--Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-'Arus

BENIH-BENIH HARUS DITABUR DAN DISIRAM

“Siapa yang mempelajari kearifan tetapi tidak diamalkan dalam kehidupannya, bagaikan seorang petani yang tak pernah menabur bibit tanaman.”
----Syaikh Sa'di.
Bila Anda tahu tentang kelezatan berdzikir dan faidah-faidahnya bagi kita, mengapa tak kau sempatkan untuk sekadar menyebut nama Allah agar bisa menghidupkan hati di setiap saat, mengingat dan mengagungkan nikmat-Nya? Mengapa tak kau tanam pohon-pohon di surga dengan benih-benih dzikirmu?
Ajaklah hati untuk berdendang dengan lagu-lagu cinta pada Ilahi agar kelak memanennya hingga berlimpah ruah. Tanaman jiwa akan tumbuh subur bila kau siram, terutama pada saat menjelang malam atau saat malam hari menjelang pagi.

MEMBUKA PINTU REZEKI

"Allah berfirman,'Datangilah rumah dari pintunya!'(QS Al-Baqarah:189),Ketahuilah, pintu rezeki adalah ketaatan kepada Sang Pemberi rezeki. Bagaimana mungkin rezeki diminta dengan cara bermaksiat kepada-Nya? Atau, bagaimana mungkin karunia-Nya diminta sedangkan Dia tidak dipatuhi? Nabi SAW bersabda, 'Apa yang terjadi di sisi Allah tidak dApat diraih dengan murka-Nya.'Artinya, rezeki Allah hanya bisa diminta dengan ridha-Nya. Maka, Allah berfirman menjelaskan hal ini, 'Siapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan memberinya jalan keluar."(QS At-Thalaq: 2)
--Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-Arus
Syekh Abul-Abbas r.a. dalam hizb-nya menyebutkan, "Rezeki yang lapang adalah yang tidak menjadi hijab kepada-Nya di dunia serta tidak dihisab, ditanya dan dihukum di akhirat. Para pemiliknya berada dalam hamparan tauhid dan syariat. Mereka selamat dari hawa nafsu, syahwat dan ketamakan."
Rezeki yang lapang adalah yang disertai dengan keyakinan bahwa hanya Allah yang memberi rezeki, bukan usaha dan upayanya sendiri. Dengan begitu, seorang hamba tidak mencari rezeki disertai syahwat dan ketamakan."

KENALI WATAK ASLIMU DAHULU


"Keluarkanlah dari sifat-sifat kemanusiaanmu, setiap sifat yang menyalahi penghambaanmu, agar mudah bagimu untuk menyambut panggilan Allah dan mendekat kehadirat-Nya."
--Ibn Atha'illah dalam Al-Hikam
Sahabatku, begitu banyak watak atau perilaku alamiah yang dimiiki oleh jiwa kita bertentangan dengan potensi spiritual kita. Ia bisa menghalangi, mengganggu dan mengalihkan pandangan kita. Watak-watak ini biasa kita sebut dengan kesombongan, egoisme, ketidaksabaran, kejahatan, serta segala jenis kemaksiatan dalam berbagai bentuknya. Anasir-anasir semakin berkembang lewat banyak kesempatan yang mudah kita dapatkan dalam kehidupan zaman canggih ini. Dari mulai pergaulan di kantor, lingkungan, tontonan, gaya hidup, materialisme, hedonisme, konsumtifisme dan lainnya. Semakin menambah dan menguatkan sifat-sifat ini. Sedangkan, watak kemanusiaan lain seperti lemah lembut, penyayang, sabar, adil, sopan dan bijaksana, adalah sifat-sifat penting yang sangat berguna untuk penggemblengan batiniah kita. Sifat-sifat ini menjadi medan rambatan yang sangat kuat untuk menerima pancaran cahaya Ilahi. Potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, jika diatur, diarahkan dan ditundukkan secara baik, maka ia akan bisa melihat cahaya dan realitas dan kebenaran yang lebih tinggi.

BIDADARI TANPA SAYAP

Kelembutan hatinya membuatku terpana. . .
Melihat kehindahan Rembulan,
Sama seperti melihat keindahan wajahnya.

Sungguh kuat dia menghadapi ini semua. . .
Menghadapi keaadaannya yg begitu nyata.
Merasakan penderitaannya sendirian.
Dan mengukur penderitaan diatas mimpi . . .

Walau dia hanya Bidadari tanpa sayap,
Tapi kelembutan hatinyalah yang membuatku merasa seperti.....
Berada di atas awan