Rabu, 21 Mei 2014

SASTRA KARYA MUSTOFA BISRI

KH. A. Mustofa Bisri, kini Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin Leteh Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Dilahirkan di Rembang, 10 Agustus 1944. Belajar di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, dan Universitas Al-Azhar Kairo, disamping di pesantren ayahnya sendiri, Raudlatuth Tholibin Rembang.

Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair. Karya-karyanya yang telah diterbitkan, antara lain, Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H), Ensklopedi Ijma’ (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987), Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979), Kimiya-us Sa’aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya), Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung), Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994), Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994), Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995), Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996), Mahakiai Hasyim Asy’ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996), Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996), Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995), Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997), Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997). dan juga Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).




SUJUD
Bagaimana kau hendak bersujud pasrah
sedang wajahmu yang bersih sumringah
keningmu yang mulia
dan indah begitu pongah
minta sajadah
agar tak menyentuh tanah.

Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu
serakah dan tamak.

Apakah kau lupa
bahwa tanah adalah bapak
dari mana ibumu dilahirkan,
tanah adalah ibu yang menyusuimu
dan memberi makan
tanah adalah kawan yang memelukmu
dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang
menuju keabadian.

Singkirkan saja
sajadah mahalmu
ratakan keningmu,
ratakan heningmu,
tanahkan wajahmu,
pasrahkan jiwamu,
biarlah rahmat agung
Allah membelai
dan terbanglah kekasih



GELISAHKU
gelisahku adalah gelisah purba
adam yang harus pergi mengembara tanpa diberitahu
kapan akan kembali
bukan sorga benar yang kusesali karena harus kutinggalkan
namun ngungunku mengapa kau tinggalkan
aku sendiri
sesalku karena aku mengabaikan kasihmu yang agung
dan dalam kembaraku di mana kuperoleh lagi kasih
sepersejuta saja kasihmu
jauh darimu semakin mendekatkanku kepadamu
cukup sekali, kekasih
tak lagi,
tak lagi sejenak pun
aku berpaling
biarlah gelisahku jadi dzikirku


SAJAK ATAS NAMA
Ada yang atasnama Tuhan melecehkan Tuhan
Ada yang atasnama negara merampok negara
Ada yang atasnama rakyat menindas rakyat
Ada yang atasnama kemanusiaan memangsa manusia

Ada yang atasnama keadilan meruntuhkan keadilan
Ada yang atasnama persatuan merusak persatuan
Ada yang atasnama perdamaian mengusik kedamaian
Ada yang atasnama kemerdekaan memasung kemerdekaan

Maka atasnama apa saja atau siapa saja
Kirimlah laknat kalian
Atau atasnamaKu perangilah mereka!

Dengan kasih sayang!


NEGERIKU
mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya didunia

dan burung-burung indah piaraan mereka
berasal dari hutanku
ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perak perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku

mana ada negeri sekaya negeriku?
majikan-majikan bangsaku
memiliki buruh-buruh mancanegara
brankas-brankas ternama di mana-mana
menyimpan harta-hartaku
negeriku menumbuhkan konglomerat
dan mengikis habis kaum melarat
rata-rata pemimpin negeriku
dan handai taulannya
terkaya di dunia

mana ada negeri semakmur negeriku
penganggur-penganggur diberi perumahan
gaji dan pensiun setiap bulan
rakyat-rakyat kecil menyumbang
negara tanpa imbalan
rampok-rampok dibri rekomendasi
dengan kop sakti instansi
maling-maling diberi konsesi
tikus dan kucing

dengan asyik berkolusi


KAUM BERAGAMA NEGERI INI
Tuhan,
lihatlah
betapa baik kaum beragama
negeri ini
mereka terus membuatkanmu
rumah-rumah mewah
di antara gedung-gedung kota
hingga di tengah-tengah sawah
dengan kubah-kubah megah
dan menara-menara menjulang
untuk meneriakkan namaMu
menambah segan
dan keder hamba-hamba
kecilMu yang ingin sowan kepadaMu.

NamaMu mereka nyanyikan dalam acara
hiburan hingga pesta agung kenegaraan.
Mereka merasa begitu dekat denganMu
hingga masing-masing
merasa berhak mewakiliMu.

Yang memiliki kelebihan harta
membuktikan
kedekatannya dengan harta
yang Engkau berikan
Yang memiliki kelebihan kekuasaan
membuktikan kedekatannya dengan
kekuasaannya yang Engkau limpahkan.
Yang memiliki kelebihan ilmu
membuktikan
kedekatannya dengan ilmu
yang Engkau karuniakan.

Mereka yang engkau anugerahi
kekuatan sering kali bahkan merasa
diri Engkau sendiri
Mereka bukan saja ikut
menentukan ibadah
tetapi juga menetapkan
siapa ke sorga siapa ke neraka.

Mereka sakralkan pendapat mereka
dan mereka akbarkan
semua yang mereka lakukan
hingga takbir
dan ikrar mereka yang kosong
bagai perut bedug.

Allah hu akbar walilla ilham.


BAGIMU
Bagimu kutancapkan kening kebanggaanku pada
rendah tanah,
telah kuamankan sedapat mungkin
maniku,
kuselamat-selamatkan Islamku
kini dengan
segala milikMu ini
kuserahkan kepadaMu Allah
terimalah.

Kepala bergengsi yang terhormat ini
dengan kedua
mata yang mampu menangkap
gerak-gerik dunia,
kedua telinga
yang dapat menyadap kersik-kersik
berita,
hidung yang bisa mencium wangi parfum
hingga borok manusia,
mulut yang sanggup menyulap
kebohongan jadi kebenaran
seperti yang lain hanyalah
sepersekian percik tetes anugrahMu.

Alangkah amat
mudahnya Engkau
melumatnya Allah,
sekali Engkau
lumat terbanglah cerdikku,
terbanglah gengsiku
terbanglah kehormatanku,
terbanglah kegagahanku,
terbanglah kebanggaanku,
terbanglah mimpiku,
terbanglah hidupku.

Allah,
jika terbang-terbanglah,
sekarangpun aku pasrah,

asal menuju haribaan rahmatMu.


DI ARAFAH
Terlentang aku
seenaknya dalam pelukan bukit-bukit
batu bertenda langit biru,
seorang anak entah
berkebangsaan apa
mengikuti anak mataku
dan dalam
isyarat bertanya-tanya
kapan Tuhan turun?
Aku tersenyum.
Setan mengira dapat mengendarai
matahari,
mengusik khusukku apa tak melihat
ratusan ribu hati putih
menggetarkan bibir,
melepas dzikir,
menjagamu
dari jutaan milyar malaikat
menyiramkan berkat.
Kulihat diriku
terapung-apung
dalam nikmat dan sianak
entah berkebangsaan apa
seperti melihat arak-arakan
karnaval menari-nari
dengan riangnya.

Terlentang aku
satu diantara jutaan tumpukan
dosa yang mencoba menindih,
akankah
kiranya bertahan dari banjir
air mata penyesalan
massal ini

Gunung-gunung batu
menirukan tasbih kami,
pasir menghitung wirid kami
dan sianak
yang aku tak tahu
berkebangsaan apa
tertidur dipangkuanku

pulas sekali


CINTAMU
bukankah aku sudah mengatakan kepadamu kemarilah
rengkuh aku dengan sepenuh jiwamu
datanglah aku akan berlari menyambutmu
tapi kau terus sibuk dengan dirimu
kalaupun datang kau hanya menciumi pintu rumahku
tanpa meski sekedar melongokku
kau hanya membayangkan dan menggambarkan diriku
lalu kau rayu aku dari kejauhan
kau merayu dan memujaku
bukan untuk mendapatkan cintaku
tapi sekedar memuaskan egomu
kau memarahi mereka
yang berusaha mendekatiku
seolah olah aku sudah menjadi kekasihmu
apakah karena kau cemburu buta
atau takut mereka lebih tulus mencintaiku
Pulanglah ke dirimu
aku tak kemana mana



PENCURI
Ada yang dicuri dari diriku
Sesuatu yang membuatku
Kemudian pun jadi pencuri
Diam diam dan terus menerus dicuri
dariku apa yang bisa dicuri
Diam diam dan terus menerus kucuri

apa yang bisa kucuri
Malam pun menjadi sahabat
Malu menjadi laknat.
Rasa ragu menjadi pengganggu
Rasa rindu menjadi penunggu
Aku dicuri setiap saat
Aku mencuri setiap sempat
Setiap kali
Dicuri diriku
Kucuri diriku

Sendiri.


DIPELATARAN AGUNGMU NAN LAPANG
Di pelataran agungMu
nan lapang kawanan burung merpati
sesekali sempat memunguti butir-butir
bebijian yang Engkau tebarkan
lalu terbang lagi
menggores-gores biru langit
melukis puja-puji
yang hening

Di pelataran agungMu
nan lapang aku setitik noda
setahi burung merpati menempel pada pekat
gumpalan yang menyeret warna bias kelabu
berputaran mengatur
melaju luluh dalam gemuruh
talbiah, takbir dan tahmit
Dikejar dosa-dosa
dalam kerumuman dosa
ada sebaris doa
siap kuucapkan
lepas terhanyut air mata
tersangkut di kiswah nan hitam

Di pelataran agungMu
nan lapang
aku titik-titik tahi merpati
menggumpal dalam titik noda berputaran,
mengabur, melaju, luluh
dalam gemuruh talbiah,
takbir dan tahmit
mengejar ampunan dalam lautan
ampunan

terpelanting dalam qouf dan roja.


STASIUN
kereta rinduku datang menderu
gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu
membuatku semakin merasa terburu-buru
tak lama lagi bertemu, tak lama lagi bertemu

sudah kubersih-bersihkan diriku
sudah kupatut-patutkan penampilanku
tetap saja dada digalau rindu
sabarlah rindu, tak lama lagi bertemu

tapi sekejap terlena
stasiun persinggahan pun berlalu
meninggalkanku sendiri lagi

termangu






PUISI KARYA KHALIL GIBRAN




Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?Ketika kita menangis?
Ketika kita membayangkan?
Itu karena hal terindah di dunia TIDAK TERLIHAT
Ketika kita menemukan seseorang yangkeunikannya SEJALAN dengan kita
kita bergabung dengannya dan jatuh kedalam suatu keanehan serupa yang
dinamakan CINTA

Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan
Orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan
Tapi ingatlah melepaskan BUKAN akhir
dari dunia Melainkan awal suatu kehidupan baru
Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis,mereka yang tersakiti,
mereka yang telah mencari dan mereka yang telah mencoba
Karena MEREKA-lah yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah
menyentuh kehidupan mereka





CINTA yang AGUNG?
Adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya
Adalah ketika dia tidak mampedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa tersenyum
sembari berkata “Aku turut berbahagia untukmu”

Apabila cinta tidak berhasil BEBASKAN dirimu
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya dan terbang ke alam bebas LAGI
Ingatlah bahwa kamu mungkin menemukan CINTA dan kehilangannya
Tapi ketika cinta itu mati kamu TIDAK perlu
mati bersamanya

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu menang MELAINKAN
mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh

Entah bagaimana dalam perjalanan kehidupan,
kita belajar tentang diri kita sendiri
dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada

penyesalan HANYALAH penghargaan abadi atas pilihan-pilihan kehidupan yang telah kita
buat sendiri



TEMAN SEJATI
adalah mereka yang mengerti ketika kamu berkata “Aku lupa..”
Menunggu selamanya ketika kamu berkata “Tunggu sebentar”.
Tetap tinggal ketika kamu berkata “Tinggalkan aku sendiri”.
Membuka pintu meski kamu BELUM mengetuk dan berkata “Bolehkah saya masuk?”



MENCINTAI
BUKANLAH bagaimana kamu melupakan melainkan bagaimana kamu MEMAAFKAN
BUKANLAH bagaimana kamu mendengarkan melainkan bagaimana kamu MENGERTI
BUKANLAH apa yang kamu lihat melainkan apa yang kamu RASAKAN
BUKANLAH bagaimana kamu melepaskan melainkan bagaimana kamu BERTAHAN

Lebih berbahaya mencucurkan air mata
dalam hati dibandingkan menangis tersedu-sedu
Air mata yang keluar dapat dihapus
Sementara air mata yang tersembunyi menggoreskan luka yang tidak akan pernah hilang

Dalam urusan cinta, kita SANGAT JARANG menang
Tapi ketika CINTA itu TULUS,
meskipun kalah, kamu TETAP MENANG
hanya karena kamu berbahagia dapat mencintai seseorang
LEBIH dari kamu mencintai dirimu sendiri
Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
BUKAN karena orang itu berhenti mencintai kita,
MELAINKAN karena kita menyadari bahwa dia akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya

Apabila kamu benar-benar mencintai seseorang,
jangan lepaskan dia
Jangan percaya bahwa melepaskan selalu berarti kamu benar-benar mencintai

MELAINKAN BERJUANGLAH demi cintamu
Itulah CINTA SEJATI

Lebih baik menunggu orang yang kamu inginkan
DARIPADA berjalan bersama orang “yang tersedia”

Kadang kala orang yang kamu cintai adalah orang yang PALING menyakiti hatimu,
dan kadang kala teman yang menangis bersamamu adalah
CINTA YANG TIDAK KAMU SADARI KBERADAANNYA

Cinta adalah sebuah lingkaran setan yang dipenuhi oleh malaikat,
Cinta adalah sebuah ketidak sengajaan yang diciptakan semesta,
Cinta adalah sesuatu yang akan kau dapatkan ketika kamu layak mendapatkannya,
Berjuang demi cinta bukan berarti mencari dan mengemis cinta
Ingat bahwasanya diluar sana masih banyak yang akan memberimu cinta
tanpa harus kau minta

Cinta selalu tak akan pernah bisa diungkapkan dengan apapun yang sesuai dengan kehendak kita karena bahasa cinta adalah bahasa yang abstrak,
bahasa yang hanya akan bisa dimengerti oleh mereka yang peka dan mengenal apa itu cinta

Di dasar relung jiwaku
Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu
yang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku
dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang,
Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya ?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya ?

Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.

Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.

Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya
bintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahdu
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.

Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,
Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah
Yang mampu membawakannya berkumandang ?

Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya ?
Kidung itu tersembunyi bagai rahasia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya ?

Siapa berani menyatukan debur ombak samudra
dengan kicau bening burung malam ?
Siapa yang berani membandingkan deru alam,
dengan desah bayi yang nyenyak di buaian ?

Siapa berani memecah sunyi
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati ?
Insan mana yang berani
melagukan kidung suci Tuhan ?



CINTA
AKU bicara perihal Cinta ????…
Apabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia,
Walau jalannya sukar dan curam.
Dan pabila sayapnva memelukmu menyerahlah kepadanya.
Walau pedang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu.
Dan kalau dia bicara padamu percayalah padanya.
Walau suaranya bisa membuyarkan mimpi-mimpimu bagai angin utara mengobrak-abrik taman.
Karena sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia
kan menyalibmu.

Sebagaimana dia ada untuk pertumbuhanmu, demikian pula dia ada untuk pemanakasanmu.

Sebagaimana dia mendaki kepuncakmu dan membelai mesra ranting-rantingmu nan paling lembut yang bergetar dalam cahaya matahari.
Demikian pula dia akan menghunjam ke akarmu dan mengguncang-guncangnya di dalam cengkeraman mereka kepada kami.
Laksana ikatan-ikatan dia menghimpun engkau pada dirinya sendiri.

Dia menebah engkau hingga engkau telanjang.
Dia mengetam engkau demi membebaskan engkau dari kulit arimu.
Dia menggosok-gosokkan engkau sampai putih bersih.
Dia merembas engkau hingga kau menjadi liar;
Dan kemudian dia mengangkat engkau ke api sucinya.

Sehingga engkau bisa menjadi roti suci untuk pesta kudus Tuhan.

Semua ini akan ditunaikan padamu oleh Sang Cinta, supaya bisa kaupahami rahasia hatimu, dan di dalam pemahaman dia menjadi sekeping hati Kehidupan.

Namun pabila dalam ketakutanmu kau hanya akan mencari kedamaian dan kenikmatan cinta.Maka lebih baiklah bagimu kalau kaututupi ketelanjanganmu dan menyingkir dari lantai-penebah cinta.

Memasuki dunia tanpa musim tempat kaudapat tertawa, tapi tak seluruh gelak tawamu, dan menangis, tapi tak sehabis semua airmatamu.

Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa pun kecuali dari dirinya sendiri.
Cinta tiada memiliki, pun tiada ingin dimiliki; Karena cinta telah cukup bagi cinta.

Pabila kau mencintai kau takkan berkata, “Tuhan ada di dalam hatiku,” tapi sebaliknya, “Aku berada di dalam hati Tuhan”.

Dan jangan mengira kaudapat mengarahkan jalannya Cinta, sebab cinta, pabila dia menilaimu memang pantas, mengarahkan jalanmu.

Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya. Namun pabila kau mencintai dan terpaksa memiliki berbagai keinginan, biarlah ini menjadi aneka keinginanmu: Meluluhkan diri dan mengalir bagaikan kali, yang menyanyikan melodinya bagai sang malam.

Mengenali penderitaan dari kelembutan yang begitu jauh.
Merasa dilukai akibat pemahamanmu sendiri tenung cinta;
Dan meneteskan darah dengan ikhlas dan gembira.
Terjaga di kala fajar dengan hati seringan awan dan mensyukuri hari haru penuh cahaya kasih;

Istirah di kala siang dan merenungkan kegembiraan cinta yang meluap-luap;Kembali ke rumah di kala senja dengan rasa syukur;
Dan lalu tertidur dengan doa bagi kekasih di dalam hatimu dan sebuah gita puji pada bibirmu.



PERSAHABATAN
Dan seorang remaja berkata, Bicaralah pada kami tentang Persahabatan.
Dan dia menjawab:
Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mahu kedamaian.

Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan kata “Tidak” di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata “Ya”.
Dan bilamana dia diam,hatimu berhenti dari mendengar hatinya; kerana tanpa ungkapan kata, dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.
Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita;
Kerana yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan.
Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah cinta , tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu jika kau sentiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan berkongsi kegembiraan..
Kerana dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan ghairah segar kehidupan.




WAKTU
Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu?….
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.

Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.

Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.

Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.

Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas, tercakup di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta, pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain?



PERJAMUAN JIWA
BANGUNLAH, Cintaku.
Bangun!
Kerana jiwaku mengalu-alumu dari dasar laut,
dan menawarkan padamu sayap-sayap di atas gelombang yang mengamukBangunlah,
kerana sunyi telah menghentikan derap kaki kuda dan langkah para pejalan kaki.
Rasa kantuk telah memeluk roh setiap laki-laki, sementara aku terbangun sendiri,
rasa rindu membukakan kertas surat tidurku.
Cinta membawaku dekat denganmu, namun kebimbangan melemparkan diriku menjauh darimu.
Aku telah membuang bukuku,
kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku meninggalkan tempat tidurku,
Cintaku,
kerana takut pada hantu lupa yang berada di balik selimut.
Aku telah membuang bukuku,
kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku meninggalkan halaman buku yang kosong di depan mataku!Bangun,
bangunlah,
Cintaku dan dengar diriku!
Aku mendengarkanmu,
Cintaku!
Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas dan merasakan lembutnya sentuhan sayapmu. Aku telah jauh dari ranjangku,
beranjak ke tanah lapang, hingga embun membasahi kaki dan bajuku.
Di sinilah aku berdiri,
dibawah bunga-bunga pohon badam,
memenuhi panggilan jiwamu.
Bicaralah padaku,
Cintaku,
dan biarkan nafasmu menghirup angin gunung yang datang padaku dari lembah-lembah Lebanon.
Bicaralah.
Tak ada yang akan mendengar selain diriku.
Malam telah melarutkan semua manusia ditempat tidurnya.
Syurga telah menyulam cahaya rembulan dan menghamparkannya ke seluruh daratan Lebanon,
Cintaku.
Syurga telah meriasnya dengan bayangan malam,
jubah tebal membentang dihembus asap dari cerobong kain,
dihembus nafas kemari, dan mengelarnya di telapak kota,
Cintaku.
Para penduduk telah pulas menganyam mimpi di ubun-ubunnya di tengah pohon-pohon kenari. Jiwa mereka mempercepatkan langkah mengejar negeri mimpi,
Cintaku.
Lelaki-lelaki longlai menggendong emas,
dan tebing curam yang akan dilalui melemaskan lutut mereka.
Mata mereka mengantuk kerana dililit kesulitan dan ketakutan.
Mereka melemparkan tubuh ke tempat tidur sebagai tempat berlindung dari hantu-hantu yang menakutkan dan mengerikan,
Cintaku.
Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di lembah-lembah.
Jiwa para raja melintasi bukit-bukit.
Fikiranku yang berhias kenangan menyingkap kekuatan bangsa Chaldea,
kemegahan Arab.
Di lorong-lorong gelap,
jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan,
muncung-muncung nafsu ular berbisa muncul dari celah-celah benteng,
dan rasa sakit berdengung kematian,
muntah-muntah sepanjang jalan.
Kenangan menyingkap tabir kelupaan dari mataku dan nampaklah Sodom yang menjijikkan, serta dosa-dosa Gomorah.
Ranting-ranting berayun-ayun,
Cintaku,
dan desirnya bertemu dengan alunan anak sungai di lembah.
Syair-syair Sulaiman,
nada kecapi Daud dan lagu Ishak Al-Mausaili terngiang-ngiang di telinga kami.
Jiwa anak-anak yang lapar di penginapan menggelupur,
ibunya mengeluh di atas kamar kesedihan,
dan kekecewaan telah jatuh dari langit.
Mimpi-mimpi kebimbangan melanda hati yang lemah.
Aku mendengar rintihan pahitnya.
Semerbak bunga melambai seiring nafas pohon-pohon cedar.
Terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan,
harum itu mengisi jiwa dengan kasih sayang dan meniupkan kerinduan untuk terbang.
Tetapi racun dari rawa-rawa jug berkelana mengepul bersama penyakit.
Seperti panah rahsia yang tajam,
racun itu telah menembusi perasaan dan meracuni udara.
Tanpa kusedari matahari telah mengilaukan cahaya pagi,
Cintaku,
dan jari-jari timur yang lentik menimang mata-mata orang yang terlelap.
Cahaya itu memaksa mereka untuk membuka daun jendela dan menyelak hati dan kemenangan.
Desa-desa,
yang sedang tertidur dalam damai dan tenang di pundak-pundak lembah,
bangun,
loceng-loceng berdenting memenuhi angkasa sebagai panggilan untuk mula berdoa.
Dan dari gua-gua,
gema-gema juga berdengung,
seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersama-sama dengan khusyuknya.
Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya,
biri-biri dan kambing meninggalkan bangsalnya untuk menuai rumput yang berembun dan berkilatan cahaya.
Penggembalanya mengikuti dari belakang sambil mengamatinya di balik lelalang.
Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi seperti burung menyambut pagi.
Kini tangan siang hari yang perkasa terbaring di atas kota.
Tirai telah diselak dari jendela dan pintu pun terbuka.
Mata yang penat dan wajah lesu para penjahit telah siap di tempat kerjanya.
Mereka merasakan kematian telah melanggar batas kehidupan mereka,
dan riak muka yang layu mempamerkan ketakutan dan kekecewaan.
Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan tergesa-gesa,
dan di mana-mana terdengar desingan besi,
pusingan roda dan siulan angin.
Kota telah menjadi arena pertempuran di mana yang kuat menindas yang lemah dan si kaya mengeksploitasi dan menguasai si miskin.
Betapa indah hidup ini,
Cintaku,
seperti hati penyair yang penuh dengan cahaya dan kelembutan hati.
Dan betapa kerasnya hidup ini,
Cintaku,
seperti dada penjahat, yang berdebar-debar kerana selalu merasa bimbang dan takut



NASIHAT JIWAKU
Jiwaku berkata padaku dan menasihatiku agar mencintai semua orang yang membenciku,
Dan berteman dengan mereka yang memfitnahku.
Jiwaku menasihatiku dan mengungkapkan kepadaku bahawa cinta tidak hanya menghargai orang yang mencintai, tetapi juga orang yang dicintai.
Sejak saat itu bagiku cinta ibarat jaring lelabah di antara dua bunga, dekat satu sama lain;
Tapi kini dia menjadi suatu lingkaran cahaya di sekeliling matahari yang tiada berawal pun tiada berakhir, Melingkari semua yang ada, dan bertambah secara kekal.
Jiwaku menasihatiku dan mengajarku agar melihat kecantikan yang ada di sebalik bentuk dan warna.
Jiwaku memintaku untuk menatap semua yang buruk dengan tabah sampai nampaklah keelokannya.
Sesungguhnya sebelum jiwaku meminta dan menasihatiku,
Aku melihat keindahan seperti titik api yang tergulung asap;
tapi sekarang asap itu telah tersebar dan menghilang, dan aku hanya melihat api yang membakar.
Jiwaku menasihatiku dan memintaku untuk mendengar suara yang keluar bukan dari lidah maupun dari tenggorokan.
Sebelumnya aku hanya mendengar teriakan dan jeritan di telingaku yang bodoh dan sia-sia.
Tapi sekarang aku belajar mendengar keheningan,Yang bergema dan melantunkan lagu dari zaman ke zaman.
Menyanyikan nada langit, dan menyingkap tabir rahsia keabadiaan..
Jiwaku berkata padaku dan menasihatiku agar memuaskan kehausanku dengan meminum anggur yang tak dituangkan ke dalam cangkir-cangkir,
Yang belum terangkat oleh tangan, dan tak tersentuh oleh bibirHingga hari itu kehausanku seperti nyala redup yang terkubur dalam abu.
Tertiup angin dingin dari musim-musim bunga;
Tapi sekarang kerinduan menjadi cangkirku,
Cinta menjadi anggurku, dan kesendirian adalah kebahagianku.Jiwaku menasihatiku dan memintaku mencari yang tak dapat dilihat;
Dan jiwaku menyingkapkan kepadaku bahwa apa yang kita sentuh adalah apa yang kita impikan.
Jiwaku mengatakan padaku dan mengundangku untuk menghirup harum tumbuhan yang tak memiliki akar, tangkai maupun bunga,
dan yang tak pernah dapat dilihat mata.
Sebelum jiwaku menasihati, aku mencari bau harum dalam kebun-kebun,Dalam botol minyak wangi tumbuhan-tumbuhan dan bejana dupa;
Tapi sekarang aku menyedari hanya pada dupa yang tak dibakar,
Aku mencium udara lebih harum dari semua kebun-kebun di dunia ini dan semua angin di angkasa raya.
Jiwaku menasihatiku dan memintaku agar tidak merasa muliakerana pujianDan agar tidak disusahkan oleh ketakutan kerana cacian.
Sampai hari ini aku berasa ragu akan nilai pekerjaanku;
Tapi sekarang aku belajar;
Bahwa pohon berbunga di musim bunga, dan berbuah di musim panasDan menggugurkan daun-daunnya di musim gugur untuk menjadi benar-benar telanjang di musim dingin.
Tanpa merasa mulia dan tanpa ketakutan atau tanpa rasa malu.
Jiwaku menasihatiku dan meyakinkankuBahawa aku tak lebih tinggi berbanding cebol ataupun tak lebih rendah berbanding raksasa.
Sebelumnya aku melihat manusia ada dua,
Seorang yang lemah yang aku caci atau kukasihani,Dan seorang yang kuat yang kuikuti, maupun yang kulawandalam pemberontakan.
Tapi sekarang aku tahu bahwa aku bahkan dibentuk oleh tanahyang sama darimana semua manusia diciptakan.
Bahwa unsur-unsurku adalah unsur-unsur mereka, dan pengembaraan mereka adalah juga milikku.
Bila mereka melanggar aku juga pelanggar,
Dan bila mereka berbuat baik, maka aku juga bersama perbuatan baik mereka.
Bila mereka bangkit, aku juga bangkit bersama mereka;
Bila mereka tinggal di belakang, aku juga menemani mereka.
Jiwaku menasihatiku dan memerintahku untuk melihat bahawa cahaya yang kubawa bukanlah cahayaku,
Bahwa laguku tidak diciptakan dalam diriku;Kerana meski aku berjalan dengan cahaya, aku bukanlah cahaya,
Dan meskipun aku bermain kecapi yang diikat kemas oleh dawai-dawaiku,Aku bukanlah pemain kecapi.
Jiwaku menasihatiku dan mengingatkanku untuk mengukur waktu dengan perkataan ini:
“Di sana ada hari semalam dan di sana ada hari esok.
” Pada saat itu aku menganggap masa lampau sebuah zaman yang lenyap dan akan dilupakan, Dan masa depan kuanggap suatu masa yang tak bisa kucapai;
Tapi kini aku terdidik perkara ini :
Bahawa dalam keseluruhan waktu masa kini yang singkat, serta semua yang ada dalam waktu, Harus diraih sampai dapat.
Jiwaku menasihatiku, saudaraku, dan menerangiku.
Dan seringkali jiwamu menasihati dan menerangimu.
Kerana engkau seperti diriku, dan tak ada beza di antara kita.
Kusimpan apa yang kukatakan dalam diriku ini dalam kata-kata yang kudengar dalam heningku,
Dan engkau jagalah apa yang ada di dalam dirimu, dan engkau adalah penjaga yang sama baiknya seperti yang kukatakan ini.


BAGI SAHABATKU YANG TERTINDAS
Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai,
yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.
Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak-anaknya yang masih kecil,
sahabat-sahabatnya,
dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut ‘keperluan’.
Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya,
yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.
Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.
Dan engkau, Wahai wanita yang malang,
yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu,
memperdayakan engkau,
menanggung kemiskinanmu dengan emas.
Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.
Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati,
para martir bagi hukum buatan manusia.
Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat,
dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya,
dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya Jangan putus asa,
kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini,
di balik persoalan, di balik awan gemawan,
di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.
Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan hijau dan berair banyak.Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu. Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para penindasmu.



KUMPULAN PUISI-PUISI INDAH

SANG PENCARI
Sang Pencari tengah sendiri,
menulis puisi jelmaan kata hati,
merangkai kata mencari makna,
bermain pena membatik aksara.

 Sang Pencari tengah bernyanyi,
memetik gitar di awal pagi ,
menggesek biola di ujung senja,
mengusung cerita melalui nada.

 Sang Pencari tengah bertapa,
berpejam mata menutup rasa,
menahan lapar sepanjang hari,
tanpa satupun teman berbagi.

 Sang Pencari tengah berkelana,
berkendara kuda tanpa pelana,
mendaki gunung puncak tertinggi,
menerjang ombak laut tak bertepi

 Sang Pencari tengah berdoa,
memohon ampun segala dosa,
atas nama Tuhan dia berjanji,
tak ada kesalahan akan terulangi.

 Wahai para pencari,
sudilah engkau datang kemari,
kabari aku semua pengalamanmu,
sesungguhnya aku sama sepertimu.


DO'A  SANG PENCARI
Tuhan,
selembar daun yang jatuh,
Engkau tahu dengan pasti,
maka tak pernah kuragukan,
Engkau tahu pasti pula,
selembar hati dan jiwaku,
yang lusuh,
penuh coretan-coretan,
dan gambar-gambar tak beraturan.
Tolong aku Tuhan,
menghapus semua,
karena betapa sulitnya,
jika kulakukan sendirian,
tanpa melibatkanMu.

Tuhan,
apalah arti daya dan upayaku,
ketika Engkau tak berkehendak,
karena aku tahu,
tak ada yang bisa menolak,
jika Engkau berkehendak,
dan tak ada yang bisa menerima,
jika Engkau tak berkehendak.
Aku tak ingin sendiri,
menapaki sisa-sisa hidupku,
sertai aku Tuhan,
temani aku,
aku tak sanggup sendiri,
meniti hari-hari yang sepi.

Tuhan,
andai pucuk pinus bisa kududuki,
aku ingin selalu ada di sana,
menyepi,
di tempat tertinggi,
agar aku dekat denganMu,
selalu memujaMu,
menjilat manisnya kasihMu,
menghisap bahagia sejati.
jauh dari goda dunia,
yang hanya menipu,
semu,
penuh kepalsuan.
Maka jagalah aku, Tuhan.


SAJAK-SAJAKMU SEJUKAN JIWAKU
Dulu kau adalah angin lalu,
berat mata ini untuk melihatmu,
tapi apakah telah berubah saraf mataku?
ketika kini tiada bosan aku memandangmu.

Dulu kau kembang yang selalu kuncup,
kusayangkan tanganku menyentuhnya,
tapi saat ini seperti kau sihir aku,
ketika kembang itu mekar indah berseri.

Maafkan atas keangkuhanku,
mungkin terpaksa menjilat ludah sendiri,
dan semua ini begitu saja terjadi,
sejak sajak-sajakmu sejukkan jiwaku.


WALAU TAK SEINDAH MATAMU
Walau tak indah di matamu,
itulah caraku menyayangimu,
hingga kelak kau akan tahu,
betapa besar cinta di hatiku.

Walau membuatmu sakit,
itulah caraku agar kau bangkit,
karena aku inginkan yang terbaik,
bagimu sang penghuni lubuk hati.

Lihatlah awan putih di sana,
menghias angkasa dengan ketulusannya,
meski tak ada ucapan terima kasih,
dia akan selalu membiaskan sinar kasih.

Suatu hari nanti,
kau akan membenarkanku,
dan semua yang anggap kejam,
adalah keindahan yang terpendam.


WALAU HANYA DALAM MIMPI
Walau hanya dalam mimpi,
aku benar-benar menikmatinya,
berada di istana tanpa penjaga bersenjata,
tak ada kekhawatiran akan celaka.

 Walau hanya dalam mimpi,
aku telah berada di sana,
bercengkrama dengan bunda theresa,
berguru cara mencintai kaum kelas tiga.

 Walau hanya dalam mimpi,
aku jadi semakin mengerti,
ketika bunda Rabiah Al-Adawiyah,
mengajariku mabuk cinta kepadaNya.

Walau hanya dalam mimpi,
biarkan aku mencoba,
menjadi seperti para pencinta sejati,
yang tak berpamrih begelimang harta.

 Walau hanya dalam mimpi,
aku tak ingin terbangun lagi,
karena ketika kubuka mata,
kujumpai lagi dunia penuh kemunafikan.


UNTUK SEORANG KAWAN
Aku tahu yang kau inginkan,
saat sinar matamu mengisyaratkan kesenduan.
Kerinduanmu akan kemesraan yang kau impikan,
sepertinya makin jauh dari genggamanmu

Aku tahu kau mampu memecahkan selubung hitammu
Tapi bukan itu yang kau dambakan
Kau dirindukan oleh apa yang selalu melekat di hatimu
Tapi kau bertahan, berdiri di sini dengan tegarmu

Kawan, jangan kau halangi kekagumanku padamu
Tunjukkan pada semua tentang harapan-harapan indahmu
Menangislah, menangislah untuk sekelompok bangau yang terbang
Ikutlah, menarilah di ketinggian langit bersisik awan

Kawan, beri aku alasan untuk selalu berguru padamu
Kalau derita bagimu adalah sebuah manisan,
kalau kelelahan bagimu adalah sebuah hiburan,
maka, jangan pernah berhenti menjadi pengasuhku


UNTUK IBU
Ibu, wajah berserimu itu sekarang kulihat tua.
Tubuh tegarmu itu sekarang mulai melemah.
Sinar mata yang tajam saat memarahiku dulu,
kini tak pernah lagi kulihat.

 Ibu, Aku rindu marahmu
Cubit lenganku lagi sampai berwarna merah
Merahkan juga telingaku dengan kritik tajammu
Lakukan saja apapun yang kau mau padaku
Kau injak kepalakupun kan kuserahkan dengan tersenyum

 Ibu, aku bukanlah siapa-siapa di depanmu.
Yang dulu tak pernah bisa ke mana-mana,
tanpa meringkuk di gendonganmu.
Sekarang masih seperti dulu, Bu.
Aku hanya seonggok daging kecil,
yang tak pernah bisa bernafas tanpa kasihmu

 Ibu, sudah berapa kali aku melukaimu?
Pasti sudah hilang kan catatanmu?
Sedangkan aku masih memiliki catatan-catatan bodohku,
yang merasa telah kau kecewakan.

 Ibu, Dapat kuhitung dengan jari tanganku,
berapa kali aku membuatmu tersenyum,
berapa lembar kain yang pernah kubeli untukmu
Tak banyak kan?
Tapi kenapa kau tak pernah meminta?

Ibu, aku takut kau tinggalkan aku,
karna aku memang tak pernah siap kau tinggalkan.
Aku sangat membutuhkan teguranmu
Aku ingin melihatmu setiap pagi


TETAP MELANGKAH
Tetap melangkah,
setapak demi setapak,
tak ingin berpaling lagi,
pada masa lalu yang tertinggal.

Jalan di depan masihlah panjang,
indah berliku dirimbuni pepohonan,
bagai pion kecil di papan catur,
sekali maju pantanglah kembali.

Hari ini bukanlah kemarin,
bukan pula hari esok,
kalau diam dan terpaku,
roda jaman akan menggilas.

Tujuan itu masih jauh,
di ufuk barat daya tampak membiru,
tapi jarak bukanklah halangan,
panas dingin bukanlah beban.

Tetap melangkah,
di jalan yang makin lapang,
sesekali rehat di tepi,
menikmati sinar mentari.


TERATAI PUTIH
Sekuntum bunga Teratai di hati,
warnanya pucat pasih,
tetapi masih bersinar kemilau.
Takkan pernah layu walau panas menerpa,
takan pernah hanyut walau diterjang badai.

Ketika malam mata tak dapat terpejam,
hina dina di mata kan sirna seketika,
lantaran Terataiku ada bersama.
Bukan nyali yang tersembunyi,
hanyalah seberkas tawa yang terbalut nestapa.

Mayapada ini selalu berdiri,
akan sebuah persaksian suci.
Sembari cakrawala mengatur langkahnya,
aku bertapa di kesunyian,
ditemani keindahan dan kemurnian,
Sang Teratai abadi.


TEMANI TEMANKU
Temani temanku,
dia membutuhkanmu,
bagai burung membutuhkan sayap.
Dia menunggumu,
bagai kemarau menunggu hujan.
Dia menyayangimu,
bagai Bisma menyayangi Pandawa.
Dia merindukanmu,
bagai pungguk merindukan bulan.

Tidakkah kau tahu,
kami sama-sama lelaki,
telah lama seiring di jalan terjal,
memikul beban bahu membahu,
mengayuh sampan meniti hidup.
Jika dia menangis,
tumpah pula sebejana air mataku.
Jika dia tersakiti,
tercabik pula rasa dalam jiwaku.

Tamani temanku,
walau aku tahu pasti,
kau dan aku ingin saling menemani,
tetapi biarlah begitu,
dia lebih pantas mereguk bahagia,
tak usah kau risaukan aku,
kekecewaan bukanlah hal baru bagiku,
dan demi kasih kita yang indah,
sayangi dia seputih kasihmu padaku.


TANDA MATA
Lancangkah aku mengartikan?
Terlalu dinikah aku menyimpulkan?
ketika kulihat tanda-tanda di matamu,
dan isyarat-isyarat di senyummu,
serta segala lembut tutur katamu.

Pantaskah aku yang menunggu?
Layakkah aku yang dirayu?
sedang kau tahu dengan pasti,
aku tetap akan diam membisu,
ketika kau berdiri tepat di depanku.

Jatuhkan vonis padaku sesukamu,
jika kau rasa itu bisa mengubahku,
tapi aku tahu pasti siapa diriku,
yang tak akan pernah bisa mengartikan,
tentang tanda-tanda di matamu.


TANAH INI
Tanah ini,
pernah dipertahankan dengan ujung belati,
oleh orang-orang pemberani,
yang tak mau bangsanya diperlakukan keji..

Tanah ini,
menjadi saksi abadi,
tentang cita-cita suci,
dari para pemilik hati nurani.

Tanah ini,
dijaga Bung Karno hingga ke bui,
dicinta Bung Hatta sampi mati,
ditukar nyawa Walter Monginsidi.

Tanah ini,
jangan hargai sebatas investasi,
jangan pernah dibagi-bagi,
kepada orang serakah penjual negeri.

Tanah ini,
tempatnya Gus Dur mengaji,
tempatnya Rendra berpuisi,
mereka tak rela tanah ini dikotori.

Tanah ini,
bukan milik kaum berdasi,
bukan ajang berebut uang korupsi,
bukan pula arena judi.

Tanah ini,
saksi bisu reformasi mati suri,
hingga saatnya nanti,
keadilan bukan hanya sebuah ilusi.


TAK ADA YANG ISTIMEWA
Tak ada yang istimewa,
semua terjadi begitu saja,
saat angan kita berbicara,
tentang sebuah cerita.

Aku tetap bersahaja,
hanya diam seribu bahasa,
kala lentik matamu berkata,
ada sesuatu yang tak biasa.

Biarlah kita permainkan rasa,
agar kau cepat jadi dewasa,
karena kau masih terlalu belia,
untuk mengerti sebuah makna.

Jika telah usai kau baca,
tulisanku yang tak seberapa,
mungkin kau bisa menerka,
di balik semua canda tawa.

Tak ada yang istimewa,
yang terjadi di antara kita,
janganlah kau mengada-ada,
dari pada berakhir kecewa.


TABIR JIWA
Terpekur di gerbang harapan.
Ketika impian telah kulipat rapi,
di almari berpintu besi,
yang anak kuncinya telah kupatahkan,
kubuang,
hanyut,
jauh,
di telan laut Jawa.

Awan putih telah meninggalkan bulan.
Bergegas mengejar layang-layang,
yang terkoyak di bagian atasnya,
terpelanting,
tergores,
terantuk sebongkah batu meteor.

Jaman telah pudar,
masa telah berganti,
benalu-benalu terkulai di dahan kering.
Mengisyaratkan kesenduan jiwa yang retak,
menjerit,
mengaduh,
merintih tanpa tahu apa sebabnya.

Ilmuku tak pernah menjangkau,
sebuah tabir yang tersibak.
Akalku tak pernah menyentuh,
keniscayaan yang tergambar jelas,
di depan mata,
di ambang hati,
di seluruh helaan nafasku.


SUNYI
Ingin bertanya,
tapi pada siapa,
sedang semua membisu,
tak ada yang mau tahu.

Sepi selalu menyambut,
hanya sebatang rokok tersulut,
dan cicak yang berebut nyamuk,
menemani indahnya kesendirian.

Mimpi-mimpi yang tersusun rapi,
semua telah kembali berserakan.
Bunga-bunga yang bermekaran,
biarlah kuncup seperti sedia kala.

Hanya bisa berharap,
kembalinya sesuatu yang telah pergi,
walau lama akan dinanti,
walau jauh akan dicari.

Kenapa ada rasa takut,
ketika tahu semua adalah fana.
Kenapa mencari bahagia,
sedangkan semua ada di depan mata.


SUMPAH MURAH
Ketika sumpah kau anggap begitu murah,
walau tak seorangpun memberi perintah,
sehari semalam kau ucap melimpah ruah,
karena jujur dan tidak bukanlah masalah,

Sebenarnya siapa yang ingin kau yakinkan,
sedang sejatinya kau sedang ditertawakan,
karena sumpahmu bukan wakil kebenaran
hanyalah penghias bibir penuh gurauan.

Jika kebenaran seiring dengan tutur kata,
tanpa memaksapun kau akan dipercaya,
dan berkacalah pada manusia bijaksana,
yang jujur bersumpah setelah dia diminta


SUDAH TERBUKTI
Wajah tampanmu, paras cantikmu, badan kekarmu, indah kulitmu, kilau rambutmu, usia mudamu, apakah telah memberi nilai lebih bagimu? Kau akan menjawab itu adalah kelebihanmu, padahal kau tahu itu bukan prestasi yang kau usahakan sendiri. Sebelum lahir tak ada yang bisa memesan bentuk badanmu. Kau terima begitu saja apa adanya. Untuk apa semua itu dibangga-banggakan jika hanya jadi penghalang cahayaNya?

Setiap saat kau bercermin, seolah-olah takut hilang kecantikanmu, ketampananmu. Padahal dari kemarin masih tetap seperti itu. Dan siang malam kau sering disibukkan hanya untuk merawat badan.

Ingatlah, semua itu akan rusak jika telah sampai waktunya.

Kau keluarkan biaya berjuta-juta hanya takut ada satu jerawat yang hinggap, sedangkan sedikit membantu yang kekurangan, kau enggan melakukannya.

Kau begitu ketakutan kala garis keriput telah tergambar samar-samar. Krim anti aging benarkah bisa menunda ketuaan kulitmu?

Kala yang lain berbusana tertutup rapat, kau bilang itu menghilangkan pamor. Benarkah?

Apakah keindahan fisikmu untuk dipamerkan? Atau untuk diperlombakan?

Sudahlah kawan, sudah banyak terbukti, banyak contoh, keindahan fisik telah menghalangi cahayaNya menembus hati, bahkan menjerumuskan pada kehancuran dunia dan akhirat. Lihat para pesohor rupawan yang tengah dilanda masalah karena tak mampu mensyukuri kerupawanannya. Benar, ini sudah terbukti.

Baginda Yusuf AS, Bunda Aisyah ”Sang Humaira”, patutlah kau contoh kemuliannya, walau dianugerahi keindahan fisik jauh melebihi yang kau punya.


SETELAH YANG SATU INI
Setelah yang satu ini,
masih bisakah kau pungkiri,
apa yang kau lakukan di kamar terkunci,
yang kau kira tempat aman tersembunyi,
dan tak ada satupun yang bisa jadi bukti.

Jika Dia menghendaki,
pengadilanNya dilaksanakan juga di bumi,
saksinya kamera yang benda mati,
jaksanya para penjaga hati nurani,
dan jutaan manusialah yang menghakimi.

Setelah yang satu ini,
kelak akan kau hadapi pengadilan lagi,
tiada guna kau sampaikan seribu pledoi,
karena Hakimnya tak mau berkompromi,
dan saksinyapun anggota badanmu sendiri.


SEROJA
Perlukah aku meminta maaf pada sang malam,
karena acap kali kuusir dia dari hadapanku,
agar segera kulihat jendela pagi yang indah,
agar segera kujumpai sapa sambutnya,
dan kutatap lagi matanya yang seperti bintang.

Dahulu kala pernah kurasakan rasa seperti ini,
entah kapan dan di mana aku mengalaminya,
kini kau ingatkan aku cara membuka hati,
bagai lelap tertidur dan terbuai dalam  mimpi,
kau membawaku terbang dengan sayap putihmu.

Wahai dara,
andai aku pujangga pastilah aku telah memuja,
mengibaratkanmu bagai bunga seroja,
merayumu dengan untaian puisi dan prosa,
tapi kata-kata yang kurangkai selalu tanpa makna.

Jika saat ini ingin kuusir malam sekali lagi,
semata-mata bukan karena aku membencinya,
tapi semua kulakukan untukmu,
lantaran tiba-tiba kurasakan rindu,
padamu.


SEMOGA BAHAGIA
Semoga aku berbahagia,
karena aku mencintai diriku,
dan sampai pada detik ini,
aku masih tetap berjaya.

Semoga ibuku berbahagia,
karena tanpa kasih sayangnya,
aku takkan pernah ada,
dan tak pernah kulihat terang dunia.

Semoga keluargaku berbahagia,
karena aku besar di antara mereka,
memberiku pengalaman berharga,
mengajariku tentang mencinta,

Semoga teman-temanku berbahagia,
karena aku hidup di antara mereka,
menjalani hari saling berbagi,
seiring sebaris di perjalanan.

Semoga seluruh manusia berbahagia,
karena aku bagian keluarga besar dunia,
dan seandainya semua umat berbahagia,
terciptalah kedamaian yang sebenarnya.

Baik yang benyawa maupun tidak,
baik di bumi maupun di luar bumi,
baik yang terlihat maupun tak terlihat,
semoga setiap mahluk berbahagia.


SELAMAT MALAM,,PAGI
Pagi yang membias di pedalaman hati,
menerangiku untuk menelusuri jejakmu,
di antara selaksa puing reruntuhan rasa,
kucoba menyusun piramida kenangan.

Pagi yang pernah mengantarkan kita,
meniti jalan indah di tengah taman bunga,
meyaksikan kuncup-kuncup bermekaran,
menebarkan wangi di seluruh maya pada.

Pagi yang kini menaungi kita,
tak lagi bisa kita nikmati bersama,
tapi dia tetap menjadi saksi abadi,
tentang perjalanan dua anak manusia.

Pagi yang telah beganti senja temaram,
menyisakan kehangatan tak tergantikan,
dan esok pasti kan kujelang sinarnya lagi,
kini kuucap selamat malam pada sang pagi.


SEKILAS KHILAF
Jangankan engkau,
aku sendiri tak mengerti,
tentang untaian kealpaan,
yang kerap kali terjadi,
menjangkitiku bagai sindroma,
akut tak tersembuhkan.

Lelahkah engkau,
untuk selalu mengerti aku,
tanpa menuntut dimengerti,
hingga sebuah kalimat,
saling pengertian,
menjadi tiada arti,

Sanggupkah engkau,
menobatkan kesabaranmu,
menjadi panglima,
yang tegar berdiri,
di garis depan hatimu,
untuk menghalau segala amarah.

Aku tahu engkau,
dengan mata indahmu,
memandang tulus kasihku,
memaklumi kemanusiaanku,
tanpa sedikitpun melihat,
sekilas khilaf-khilafku.


SEBELUM AKU TERLELAP
Sesaat,
sebelum aku terlelap,
ada yang menyelinap,
di sela-sela gelisahku.
Menunda mimpiku,
menahan kantukku,
mengusik anganku,
menuntun pikiranku,
hingga jauh,
menembus pagar hati,
lepas tanpa kendali.

Malam ini,
seperti sebelumnya.
masih tetap sama,
tak ada yang berubah.
Binatang malam bernyanyi,
semilir angin menemani,
sinar bintang bersembunyi,
bulan tertunduk,
tanda tak senang,
karena aku tak riang.

Siang tadi,
satu-satu kuingat,
apa yang kuperbuat,
mungkin tak disuka.
Bukan ingin sengaja,
hanya kelemahanku saja,
yang tak pernah bisa,
menyejukkan suasana,
memenuhi semua keinginan,
yang digantungkan padaku.

Sesaat,
sebelum aku tertidur,
sebelum aku mendengkur,
hanya ingin mengucap salam,
menyampaikan maafku,
pada setiap mahluk,
tentang kealpaanku,
yang selalu terulang,
dan tak bisa kuubah,
walau aku ingin berubah


SATU-SATU PERGI
Satu-satu pergi,
mohon diri di batas sepi,
meninggalkan sederet luka,
sakitnya tiada dapat tergambar.

Satu-satu pergi,
terpisah di ujung pagi,
tercerai di batas senja merah,
mengiris, menyilet, membekaskan garis duka.

Tanah ini telah kau pijak sejak lama,
air sumur ini telah kau teguk sejak dulu kala.
jejak-jejak tapak kakimu belum lagi tersapu,
janjimu padakupun belum tuntas kau tunaikan.

Pulang, pulanglah,
selaksa tugas menatimu,
jangan berdiri termenung,
jangan tangisi kesendirianmu.

Satu-satu pergi,
biarlah begitu,
masa kan selalu berganti,
akan bertiup angin yang baru.


RAYUANKU PADA BINTANG
Bintang,
sekali lagi aku merayumu,
masihkah kau acuhkan aku?
sampai detik ini inginku masih sama,
mengharap kau datang ke sini,
dan membawaku pulang ke angkasa.

Tak pantaskah aku jadi penghias?
berjajar bersamamu di sana,
menjadi serpihan galaksi Bima Sakti,
menyejukkan hati penghuni bumi,
menghibur keresahan jiwa-jiwa terluka.

Bintang,
coba lihat ke mari,
tatap mataku,
adakah aku berdusta?
sedang kau tahu sejak aku dilahirkan,
tak pernah selingkuh dari pesonamu.

Jika kau turunkan tangga untukku,
aku akan memanjatnya seketika,
jika kau lemparkan tali ke sini,
aku rela terlilit bergelantungan,
agar bisa mendekati singgasanamu,
dan merasakan hangatnya sapamu.

Bintang,
sebetulnya siapa yang salah?
aku ataukah engkau?
mengapa kau biarkan aku patah hati?
sedang kau tahu aku tak pernah merasakan,
sakitnya patah hati di sini.

Bintang,
Aku takkan pernah bosan merayu,
tak pernah berhenti memujimu,
tak pernah jemu mengadu padamu,
hingga kau benar-benar terbuai,
dengan manisnya bujuk rayuku.


PUTERI
Menjelang purnama datang,
benang-benang kusut telah kuluruskan,
kupintal menjadi sehelai syal,
yang kulilitkan di leher jenjangmu.

Padi di sawah mulai merunduk,
rumput-rumput basah telah disingkirkan,
aroma tanah mengisyaratkan mekarnya asa,
membakar segala gundah di hatimu.

Dayang-dayang berderet menanti titah,
dari sebuah fatwa agung.
Lilin-lilin merah telah dinyalakan,
menerangi setiap jengkal tanah di depanmu.

Puteri, naiklah ke kereta itu,
yang akan membawamu ke singgasana hatiku.
Senyumlah untuk sebuah kemenangan,
yang kau usahakan sejak kau mengenal dunia


PUJA-PUJAKU
Aku memuja bunga,
karena dia tak pernah tergantikan,
harum sendiri tanpa pewangi,
indah merona tanpa diwarnai,
mekar berseri penyejuk hati.

Aku memuja awan,
menjadi lukisan di langit biru,
diterjang angin tiada bergeming,
jatuh ke bumi disambut senyum,
turun hujan membentuk harapan,

Aku memuja angin,
ke sana ke mari sesuka hati,
menerpa daun jadi menari,
menerjang laut menjadi ombak,
mendorong perahu menebar layar.

Aku memuja bulan,
bersinar redup menghias malam,
menerangi bumi di kala gelap,
menjadi inspirasi para pujangga,
terselip rapi di dalam sajak.

Aku memuja bunga,
aku memuja awan,
aku memuja angin,
aku memuja bulan,
dan segala pujaku bagi penciptanya.


JANGAN BANGUNKAN AKU
Jangan bangunkan aku,Image
kumohon,
mimpi ini terlalu indah untuk kutinggalkan.
Alam nyata terlalu menyesakkan untuk kupandangi

Jangan bangunkan aku,
dewa-dewi tengah menebarkan salam padaku,
sinar matanya seteduh mata ibuku,
sapa hangatnya selalu memanusiakan aku.

Jika bisa kupilih,
aku ingin terlahir kembali di sini,
bermain dengan bocah-bocah telanjang kaki,
rebah di rumput berselimut jerami.

Ini dunia buta dengan kasta,
tanpa raja, tanpa pula perdana menteri,
burung-burung kecilpun siap mengadili,
pada siapapun yang ingkar nurani.

Jangan bangunkan aku,
walau matahari telah meninggi,
karena aku selalu takut,
menjadi penghuni peradaban mati.


MENANGISLAH BUNDA
Bunda,Bunda
aku memang tak melihat,
hari di mana kau dilahirkan,
tetapi aku yakin,
hari itu pastilah hari yang indah,
langit memerah jambu,
awan berdesakan hendak turun,
mentari mengerlingkan mata,
sorepun tak ingin beranjak menjadi malam,
karena gembiranya dunia,
menyambut kehadiran wanita mulia.

Bunda,
aku memang tak melihat,
hari di mana aku dilahirkan,
hari yang kau senyumi,
hari yang kutangisi,
hari yang tak pernah kunanti,
karena ketakutanku yang amat sangat,
tentang sebuah balas budi,
dan janji-janji bakti,
yang tak mungkin kupenuhi,
untuk mewujudkan harapanmu.

Bunda,
aku masih bisa melihat senyummu,
kurang lebih,
hampir sama seperti senyummu dulu,
ketika kau melahirkanku,
tetapi ijinkan aku bertanya,
bukankah bulan tak selamanya purnama?
dan embun pagi akan diteguk binatang melata,
akupun telah tak telanjang lagi,
karena berbaju tebal keangkuhan,
maka seyogyanya,
menangislah bunda.


AKULAH RAJA ALENGKA
Aku memaknaimu bunga yang terjaga,
oleh ksatria perkasa mempesona,
Sang Rama Wijaya.
Tapi tercelakah aku memimpikanmu?
bukan untuk menyentuh paras bidadarimu,
bukan pula memelukmu di malam syahdu.
Aku tak ingin menghitamkan cinta putihmu,
aku hanya menunggu sesaat khilafmu.

Tahukah kau bunga?
telah kupelangikan rambut ikalmu,
hingga berhelai-helai warnanya,
menyeruak dalam-dalam di sukmaku,
menghujam rimbun di hati bagai serumpun bambu.
Karena kau adalah permata berbias sinar surga,
siapa yang tak tergoda memilikinya,
walau harus kucuri bertaruh nyawa.

Jika sudi melihatku,
jangan lihat dengan mata lentikmu,
karena hanya akan kau dapati sang durjana,
raksasa penebar prahara,
tapi lihatlah aku dengan rasamu,
dan akan kau temukan Rahwana dengan cintanya,
Karena bagaimanapun juga,
akulah raja Alengka,
yang hendak membahagiakanmu dalam istana kasihku.


INGIN KUSAJAKAN SENYUMMU
Ibu,
ingin kusajakkan senyummu,
seraya kupilih dan kupilah ribuan kata,
tetapi tak jua bisa kurangkai kalimat,
yang paling senonoh untukmu.

Biarlah puisi untukmu tetap kupingit di hati,
jika berkenan,
baca saja rangkaian prosa pada raut wajahku,
karena aku tak pernah memakai cadar dihadapanmu,
tangisku adalah tangisku dan tawaku adalah tawaku.

Aku mengenal kasihmu dengan sendiriku,
tanpa ada yang mengajari,
tanpa pula referensi,
dan karenamu juga aku bisa mengenal rindu,
yang kuyakini hingga riwayatku ditelan bumi.

Ibu,
aku tahu kita mencintai kesahajaan,
kita membenci kemunafikan,
maka untuk apa kututup rapat aurat tabiatku,
jika hanya untuk menyenangkanmu.


PUISI RINDU
Pernahkah kau melihat,
pelangi yang menjuntai,
warnanya merah jambu,
diseling ungu kebiruan.
Indah,
bagai tiara putri istana kahyangan,
siapapun yang melihatnya,
niscaya ingin menyentuhnya.
dan setelah dia hilang,
kau akan merindukan selamanya.

Pernahkah kau mendengar,
tiupan seruling di tengah malam,
bersama semilir angin menerpa,
menemani embun di keheningan,
Merdu,
bagai siulan malaikat kecil,
lirih menggetarkan sukma,
mengusik jiwa yang terjaga,
dan setelah suara itu lenyap,
kau akan merindukan selamanya.

Pernahkah kau rasakan,
saat hati tengah merindu,
akan sesuatu yang tak kau tahu,
tentang apa dan siapa yang kau rindu.
Bersyukurlah,
di hatimu masih ada rindu,
setidaknya untuk saat ini,
hatimu belumlah beku,
dan jagalah rasa rindu itu,
kepada Sang Pemberi Rindu.


PUISI MINIMALIS
Kulacurkan sastra,
di semak-semak kemunafikan,
gelap bertudung narsisme,
memperdaya logika naif,
mengurai syahwat terselubung,

 Adakah pencerahan,
ketika penaku lantang bicara,
mengelabuhi kejujuran nurani,
meledakkan sebongkah ambisi,
dan kelekatanku pada gebyar dunia.

 Jika sesal adalah akibat,
adakah sebab yang jadi penyebab,
tetap tak kutemukan jawaban,
hingga tertulis puisi minimalis,
di antara keinginan yang maksimalis.


PUISI CINTA
Jangan paksa aku menulis puisi cinta,
aku takkan pernah mampu melakukannya,
karna aku bukanlah pencinta sejati,
hanya Dialah Sang Maha Pencinta

Jangan suruh aku membuat karya sastra,
aku takkan sanggup menyamainya,
karna aku bukanlah sang pencipta kata-kata,
hanya di ayat-ayatNya tertulis karya sastra maha agung.

Sajakku hanyalah tetesan kuasaMu,
yang kupungut di sela-sela kebodohanku.
Bukan niat untuk dipuji,
karna pujian tidaklah penting bagi seorang pencariMu.

Kala nyayian jiwa terdengar sumbang di telinga,
gontai langkahku,
telungkup, tersedu
sebak rasa di dada

Wahai Sang Pemilik cinta,
Maha Pencinta,
berikan aku cinta,
jadikan aku pencinta,
walau hanya sebutir di tengah gurun pasir cintaMU.


PAHLAWAN
Bukan berteriak jihad,
tapi kemuliaan telah indah kau pahat,
meringankan beban sesama umat,
ketika bumi serasa bagai kiamat,
serentak kau menjadi sepakat,
bahwa semua mahkluk harus selamat.

Bukan mencari untung,
tapi nyawa rela kau sabung,
ketika jerit tangis menusuk jantung,
tak cukup kau duduk termenung,
atau hanya berdiri mematung,
kau tunjukkan langkahmu yang agung.

Bukan hanya berucap simpati,
mengobral janji menjual teori,
kau berdiri gagah berani,
memenuhi panggilan nurani,
menghibur ibu pertiwi,
yang tengah menangis bersedih hati.

Bukan memburu gelar pahlawan,
cukup disebut sebagai relawan,
menjujung tinggi nilai kemanusiaan,
menyelamatkan alur kehidupan,
tanpa mengharap imbalan dan pujian,
kau berjuang di jalan Tuhan.


NYANYIANMU..
Nyayianmu,
denting gitarmu,
menembus kulitku,
mengoyak dadaku.

Bulan terpana,
bintang mengernyit,
angin diam terhenti,
sejenak mendengarmu.

Bukan lagu sendu,
tapi membuat terpaku,
bukan lagu jenaka,
tapi membuat ceria.

Di manakah aku?
kembali ke jaman batu,
atau mengalami dejavu,
saat suaramu mengalun.

Andai bisa kubeli lagumu,
berapapun harganya,
rela kujual diri ini,
rela kugadaikan jantung ini.

Nyayianmu,
bagai pedang terhunus,
menikam rasaku,
membelah sukmaku.


NODAI AKU SEKALI LAGI
Jika aku masih kau anggap gagu,
maka rembulan adalah teman baikku,
karena aku banyak berguru padanya,
menimba ilmu tentang kesabaran,
dan kami sama-sama tak suka banyak bicara.

Aku tak ingin membalas fitnahmu,
sekeji apapun itu adalah bagian dari cerita,
yang harus kuhadapi dengan senyuman,
dan aku tak pernah bergeming dari sikapku,
karena aku tak ada urusan dengan kebencian.

Lihatlah kobaran api itu,
semua setuju kalau dia adalah pemusnah,
tapi setiap insan membutuhkan keberadaannya,
menikmati kehangatan dan terang sinarnya,
maka jangan pandang sesuatu hanya dari sisi kirinya.

Tak sadarkah kau dengan segala gunjinganmu,
menebarkan noda-noda hitam di wajahku,
mempermalukanku hingga anak cucu,
andai semua itu belum mampu memuaskanmu,
maka nodai aku sekali lagi.


MENGHITUNG NAFAS
Menghitung nafas,
satu demi satu,
nikmat sejuk terasa,
dan entah masih berapa banyak,
jatah udara segar untukku.

Mengikuti waktu,
detik demi detik,
bagai dibawa kereta berjalan,
dan entah masih berapa lama,
sisa masa yang kujalani.

Hidup bukan hak mutlakku,
sekedar menjalani masa peredaran,
jika Yang Punya hendak memanggil,
siang atau malam pantas adanya,
tiada daya untuk menghindar.

Jika masih bisa bernafas,
jika masih punya waktu,
sebelum berhembus nafas terakhir,
sebelum menghadapi detik terakhir,
jangan sia-siakan nafas dan waktumu.


LUKIS AKU DILANGIT-LANGIT HATIMU
Lukis aku di langit-langit hatimu,
bukan dengan sebilah kuas kecil,
tapi dengan ujung lentik jarimu.
Bukan dengan tinta aneka warna,
tapi dengan rona merah bibirmu.

Lukis aku di langit-langit hatimu,
agar ketika kau pejamkan mata,
senyumku masih bisa kau lihat.
Agar ketika dingin menjeratmu,
aku bisa hangatkan jiwa sepimu.

Lukis aku di langit-langit hatimu,
agar pertama yang kau pandangi,
saat bangun dari pulas tidurmu,
hanya salam dan sapa indahku,
yang membarakan awal harimu.

Lukis aku di langit-langit hatimu,
agar ke manapun kakimu berpijak,
aku selalu menyertai langkahmu,
menemani setiap gundah jiwamu,
walau jasad ini tiada bersamamu.

Lukis aku,
agar kau tak melupakanku,
agar aku selalu membayangimu,
karena aku telah melukismu,
di setiap sudut dalam sukmaku.


KEBUMIKAN NAMAKU DIHATIMU
Kebumikan namaku di hatimu,
pastikan hanya ada satu pusara di sana,
untuk kau ziarahi dalam tiap helaan nafasmu,
dan kau taburi dengan bunga cinta setiap waktu.

Seandainya kau ingin merangkai beberapa aksara,
untuk kau rentangkan menjadi sebuah nama,
yang akan kau baca di kala sedih dan gembira,
yakinlah tak akan ada nama indah selain namaku.

Sepertinya tak ada lagi yang perlu kau ingat,
akan segala hal tentang corak dan bias warnaku,
karena seinchipun aku tak pernah berjarak darimu,
dan melupakanku hanya terjadi dalam amnesiamu.

Kebumikan namaku di hatimu,
jadikan seakan aku anggota badanmu sendiri,
karena ketika ada yang mencoba menyakitimu,
akulah yang pertama kali merasakan perihnya.


GAULI AKU
Demi dirimu,
musnah kejayaanku,
hanya tinggal satu,
satu-satunya,
yang pertama-tama,
dan terakhir kali,
kugenggam erat,
rapat tanpa sekat,
sampai kapanpun,
tetap akan kuingat.
Dialah janji setiaku,
maka dari itu,
setialah kepadaku.

Pintamu padaku,
agar kucurahkan semua,
deburan kasih sayang,
tanpa menyisakan,
celah ruang di hati,
untuk nama selainmu,
walau tidaklah mudah,
telah kuperjuangkan,
mati-matian,
hingga mati rasa ini,
terhadap segala godaan,
maka dari itu,
sayangi aku.

Karenamu,
kini aku sendiri,
teman menjauhi,
runtuh kepercayaan diri,
hingga tiada kekuatan lagi,
singgasanaku terkudeta,
tak ada salam hormat,
hilang sambutan hangat,
sahabat setia pergi,
satu demi satu,
tak ada yang mau bergaul,
maka dari itu,
gauli aku.


FENOMENA DIMATA
Bukan penyebab sedih dan senangku,
ketika fenomena lalu lalang di depanku,
semua prasangka tak perlu kuyakini,
karena aku tak peduli kepastian lagi.

Benarkah yang kulihat warnanya putih?
sedang sejatinya ia berwarna hitam.
Benarkah yang kudengar nyayian surga?
sedang sebenarnya itu senandung setan.

Tak ada kebaikan dari mahluk apapun,
ketika kacamata ego ini masih kukenakan,
aku tak ingin berkutat dalam kebodohan,
lupa keindahan telah lama bersemahyam.

Tak ada kebahagiaaan yang abadi,
tak ada pula duka terus melukai,
datang tiba-tiba lalu menerpa,
pergi sendiri berlalu begitu saja.


ELANG JAWA
Wahai kau Elang Jawa,
lama tak kudengar kabarmu.
Sorot matamu tak setajam dulu.
Kepak sayapmu tak terdengar menggelegar lagi.
Di manakah keangkuhanmu?

Tampaknya kau tak lagi merindukan gemerlap duniamu.
Pelangi tempat kau menari kini telah melepuh,
warnanya pudar menjadi kelabu.
Telah habiskah sisa-sisa keperkasaanmu?

Wahai kau Elang Jawa
kau berdiam diri di goa batu putih itu.
Mencari jejak mimpimu yang telah lama hilang,
dicuri oleh anganmu sendiri.

Jikalau badai tak pernah berkunjung,
andai cahaya masih mengiringi terbang tinggimu,
tak kan pernah ada penyesalan di ujung paruhmu.
Ketika angin lirih telah murka menjadi badai,
maka kini kau temukan hidupmu sendiri.


DUSTA TERINDAH
Aku letih,
dengan semua dalih,
yang kau ucap dengan fasih,
meyakinkan kasihmu yang putih,
padaku yang tak bisa memilih,
hingga membuatku tersisih,
tertampar kepalsuan terbersih.

Aku penat,
menyaksikan segala siasat,
yang kau tebar penuh muslihat,
kau perankan tanpa ada cacat,
hingga terlihat bagaikan malaikat,
di balik niatmu yang berkarat,
menabur kebohongan terhebat.

Aku lelah,
menahan semua resah,
karena hatimu telah terbelah,
melemparkanku bagai sampah,
hingga kuakui aku telah kalah,
dan menahan rasa yang berdarah,
terlukai tajamnya dusta terindah.


DEMI YANG TERCANTIK
Demi yang kukagumi,
aku memberanikan diri,
untuk menulis sebuah puisi,
yang tak seindah pelangi,
namun sebuah kejujuran hati,

Demi yang kurindu,
aku rela menjadi debu,
dan tak pernah merasa jemu,
bediri mematung untuk menunggu,
pembebasan jiwa yang terbelenggu.

Demi yang kupuja,
biarlah aku menjadi lupa,
tentang diriku yang sebenarnya,
karena aku takkan pernah ada,
tanpa hembusan sebuah sabda.

Demi yang terindah,
aku sadar begitu rendah,
sedikitpun tak terlihat gagah,
berjalan saja harus dipapah,
agar tidak terjerembab ke tanah.

Demi yang tercantik,
lemah bibirku berbisik,
melantunkan kata terbaik,
tanpa dilapisi warna-warni lipstik,
tentang kebenaran yang setitik,

Demi yang tiada cacat,
aku selalu ingin mencatat,
makna-makna yang tersirat,
di antara dunia penuh siasat,
agar aku senatiasa selamat.

Demi keagunganNya,
aku selalu memuja,
aku selalu mengagumi,
aku selalu merindu,
akan semua keindahanNya.


CATATAN KAKI
Catatan-catatan panjang,
atas langkah-langkah kakimu,
yang tegak dan yang terhuyung,
yang lurus dan yang melengkung,
yang bebas dan yang terpasung,
pernahkah coba kau baca lagi?

Bukankah jalan lurus masih terbentang,
halus mulus dan menenteramkan jiwamu,
tapi mengapa kau pilih yang menyimpang,
kau lalui dengan secercah senyum,
walau terjal dan berbatu amat tajam,
dan perih di telapak seakan tak kau rasakan.

Coba tengok ke belakang sejenak,
jejak-jejak itu masih jelas terlukis,
tak mampu terhapus hujan yang menderu,
hingga musimpun telah berganti kemarau,
kaupun masih enggan mengingat suatu hari kelak,
saat dibukanya semua catatan atas langkah kakimu.


BUKAN INGINKU
Siapa juga yang ingin seperti ini,
hati yang dulu lapang terbentang,
kini sarat lukisan manis senyummu,
menelantarkan keangkuhan klasik,
jatuh berantakan berkeping-keping,
bagai halilintar berkilat tanpa suara,
seolah gemuruhnya redam terpendam,
terbuai harum aroma rambutmu,
yang terurai membelai sukmaku.

Siapa juga yang mau seperti ini,
pikiran yang dulu bebas dari batas,
kini harus tersekat indah bayangmu,
mengosongkan segala isi di sanubari,
menjadikan kehampaan kukuh berkuasa,
di antara rumpun-rumpun harapan,
yang menjulang menantang pelangi,
untuk mengadu kecerahan warnamu,
yang terbatik pada kisi-kisi jiwaku.

Siapa juga yang suka seperti ini,
angan yang dulu tak pernah terbang,
kini melambung meyeruak ke langit,
bagai layang-layang tak bertemali,
lepas ke atas membawa mata belati,
menusuk lapisan kodrat yang melentur,
hingga terbedah jahitan di wajah awan,
menjatuhkan tetes hujan kesyahduan,
menyirami benih-benih kasih untukmu.


AROMA HUJAN
Aroma hujan itu datang lagi,
memekarkan jiwaku,
asal tahu saja ,
aku begitu merindukannya,
karena dialah peradabanku,
yang mengijinkan batinku tertawa.

Sekawanan burung yang berbaris indah,
tak jua hendak mengepungku,
datanglah sahabat-sahabatku,
hitamkan aku dengan warnamu,
hilangkan silsilah yang membelengguku,
dan ajari aku melarikan diri.

Pada sebuah titik di mana aku meletih,
kukagumi daun-daun yang jatuh,
karena dia amatlah jantan,
menantang kepongahan badai,
lalu berteriak dengan lantang,
“Telah kuselaraskan kehidupan” .

Demikianlah adanya,
aroma hujan itu akhirnya pergi juga,
menyisakan kedamaian,
tetapi bukanlah berakhirnya usahaku,
untuk menjemputnya di ujung cakrawala,
pada saatnya nanti.


APA KHABAR NURANI??
Apa kabar nurani?
lama kita tak bersua,
aku telah lupa tentangmu,
Ke mana saja selama ini?
Dulu kau adalah sahabatku,
guruku,
penasehatku,
tapi karena kesibukanku,
keangkuhanku,
kelemahanku,
kau kuabaikan begitu saja.

Setelah aku bosan denganmu,
banyak yang menggantikanmu,
kumanjakan mataku,
mulutku,
lidahku,
telingaku,
kuserap semua nikmat dunia,
kunikmati,
kuperjuangkan mati-matian,
hingga akhirnya aku lelah,
terpuruk dalam sesal.

Apa kabar nurani?
kali ini ingin kujalin lagi,
bemesra denganmu,
seperti dulu,
mengulang masa indah,
kudengar kau,
kusambut kau,
kuikuti perintahmu,
karena aku tahu,
kau selalu benar,
selalu meneteramkanku.

Bukalah mataku,
setelah kebutaanku,
terangi jalanku,
setelah kegelapan,
ajari aku lagi,
tentang cinta kasih,
tuntun langkahku,
menapaki jalan licin,
yang menggelincirkan,
agar tak pernah kuulang,
terperosok pada lubang yang sama.


ANDAI DIAMKU BISA BICARA
Karena bulan enggan bercerita,
Patutkah bintang mewakilinya?
Sedang kunang-kunang yang beterbangan,
redup sinarnya terselubung kegalauan,
mendalam.

Jika rasa ini tak pernah menjadi suara,
biarlah getaran hati tumpah meluap,
walau tak bisa ditafsirkan oleh mendung,
tetapi sebuah rahasia tetap akan terungkap,
suatu saat.

Karena mentari terlalu banyak tugas,
pantaskah lautan jadi tempat mengadu?
Sedang kata-kata tetap menjadi kata-kata,
tak harus terucap dalam sebuah kalimat,
tanpa cacat.

Andai diamku bisa bicara,
dia akan menyampaikan kepada dunia,
dia akan bernyanyi bagai seorang diva,
nyanyian tentang pelangi di dalam kepala,
penuh warna.


AKU TAK PUNYA TANDA KOMA
Aku tak punya tanda koma,
untuk menghentikan rasaku,
bagai kecepatan kilat cahaya,
dia melaju bebas tiada tali kendali.

Entah apa penyebabnya,
gravitasimu begitu kuat,
menarikku hingga terjerembab,
ke dalam pelukmu yang begitu hangat.

Ke mana kan kucari tanda koma,
untuk kuletakkan di ujung hatiku,
agar arus pesonamu tak menyeretku,
ke ladang rindu yang terhampar lebar.

Mantra apa yang telah kau baca,
begitu telak menembus dadaku,
membuatku menyerah tanpa syarat,
tunduk terikat pada keanggunanmu.

Sungguh, tiada pernah kuduga.
Sungguh, kau telah menaklukkanku,
Sungguh, kukagumi keindahanmu.
Sungguh, aku tak punya tanda koma.


AKU INGIN MENCIUMMU SETIAP HARI
Ibu,
boleh kan aku merayu?
aku ingin berbaring di pangkuanmu,
mengadu tentang hari-hari lelahku,
tentang keras dunia,
yang tak seteduh kasihmu,
dan ingin kupertanyakan,
mengapa di luar sana,
tak pernah kutemukan keikhlasan,
seperti keikhlasanmu padaku.

Ibu,
Belailah rambutku,
pijatlah lenganku,
usaplah dahiku,
aku ingin membasahi pangkuanmu,
dengan air mataku,
dengan keringat dinginku,
dan ninabobokan aku,
bacakan kisah-kisah tentang indahnya surga,
hingga aku terlelap.

Ibu,
Ibuku sayang,
acap kali kulihat,
orang-orang hanya sempat mencium ibunya,
sekali saja,
saat jasad ibunya hendak dikebumikan,
sungguh,
aku tak ingin seperti itu,
maka ijinkan aku,
untuk menciummu setiap hari.


AKU INGIN MATI SERIBU KALI
Aku ingin menjadi bintang,
karna dia selalu damai dalam terang,
tak pernah angkuh walau dipuji,
tak pernah sedih walau tertutup awan.

Aku ingin menjadi gunung,
karna dia selalu perkasa,
bagai bima dengan gadanya,
menebar keteduhan di jagad raya.

Aku ingin menjadi sungai,
mengalir jernih membawa harapan,
beriak kecil terbawa hingga ke muara,
takkan berubah walau ditempa masa.

Aku ingin menjadi rumput,
luas menghijau menyejukkan jiwa,
walau tercabut takkan binasa,
walau terinjak takkan teriak.

Aku ingin menjadi kabut,
menghangatkan manusia bagai selimut,
mewarnai alam di setiap sudut,
datang dan pergi tanpa melukai.

Aku ingin selalu bermimpi,
membawa angan melintasi bumi,
andai hanya terwujud setelah mati,
aku ingin mati seribu kali.


AJARI AKU MEMBENCIMU
Ajari aku membenci,
pada semua rasa benciku,
sebab takkan ada keindahan,
kala masih ada kebencian di hati.

Ajari aku mencela,
pada segumpal kesombonganku,
karena aku tak dapat melihat,
betapa lemahnya diri ini.

Ajari aku menertawakan,
pada diriku yang amat lucu,
bagai badut berbalut bantal,
menjadi tabir kemunafikan,

Ajari aku menghina,
pada diriku yang amat hina,
karena di hadapan keagunganNya,
tak mungkin kubusungkan dada.

Ajari aku mmerendahkan,
pada diriku yang amat rendah,
walau anganku melayang tinggi,
kelak juga akan menjadi tanah.

Ajari aku,
tentang hidup dan kehidupan,
agar aku menjadi hambaNya,
bukan hanya patung berjalan.


AKU DAN KETIADAANKU
Di mana aku,
ketika berada di sisimu,
seakan lenyap tak berpuing,
sirna tak berjejak.

Aku hilang,
menyublim berganti raga,
hingga tak kukenali diriku,
saat kugenggam erat jemarimu,

Aku adalah ketiadaan,
yang ada hanyalah cinta,
jelmaan selangit rindu,
yang bisa kau rasa hadirnya.

Atas nama ketiadaanku,
atas dasar kerinduanku,
atas unjuk perasaanku,
kasihi aku sepanjang hidupmu.


AKU PERNAH MENJADI BINTANG DILANGIT
Aku pernah menjadi bintang di langit,
yang berkedip di keluasan gurun cahaya,
mencoba menarik sepenggal perhatian,
tapi hanya kau pandang dari sudut matamu,
dan ketika semilir angin terkembang sayapnya,
sejuk senyummu pun terurai menjadi badai,
yang meruntuhkan kedipan bintang itu,
terjatuhlah aku mengerang dalam kedukaan.

Aku pernah menjadi batu karang,
yang tak pernah goyah mempertahankan rasa,
sedikit bergeming bukanlah sifat yang kumaklumi,
tapi di matamu seakan aku tak pernah berdiri,
seperti batang pepaya yang telah lelah berbuah,
terhuyung tanpa kasihmu yang menyangga,
dan rapuhlah aku dalam kesendirian ini.

Aku sering menjadi bukan diriku,
tak jarang harus melupakan segudang ingatan,
bersolek menutup ribuan belang di wajahku,
agar aku menjadi seperti yang kau inginkan,
agar aku menjadi dewa yang menaungi hidupmu,
walau harus kuabaikan arti sebuah jati diri,
yang kuwarisi sejak sebelum kau dilahirkan.


BIARKAN AKU JADI MINORITAS
Biarkan aku jadi minoritas,
tak ingin mengikuti mereka,
karena inilah jalanku,
yang ingin kutempuh,
hingga ajal menjemputku.

Biarkan aku jadi minoritas,
tak takut sendiri dalam sepi,
tak sedih digunjing seribu mulut,
karena inilah pilihanku,
yang kugigit gigi gerahamku.

Biarkan aku jadi minoritas,
yang menolak undangan pestamu,
mengabaikan tawaran manismu,
menikmati indahnya dunia,
yang sekejap tapi berakhir duka.

Bukankah kau tahu?
para penghuni surga itu,
adalah sedikit di antara manusia,
tak inginkah kau,
menjadi yang minoritas itu?

Biarkan aku jadi minoritas,
yang mungkin sulit kau mengerti,
karena ketakutanku hanya sederhana,
tak ingin dihina penduduk langit,
dihina pula penduduk bumi.























Selasa, 20 Mei 2014

KISAH CINTA QOIS DAN LAYLA

Majnun Cinta

Tak bosan-bosannya membaca novel Layla Majnun, dari cetakan yang lama sampai cetakan terbaru dari pengarang Hakim Nizhami itu. Bagi Majnun [nama aslinya Qois], cinta didefisinikan dengan sangat konkret, ia mencintai apa saja yang datang dari tempat kekasihnya. Ia mengembara sejak perpisahannya dari sekolah bersama Layla [karena orang tua Layla merasa ternoda kehormatannya], menyebut-nyebut nama Layla, dengan berjalan terseok-seok, ia menulis puisi untuk Layla dan membacanya sepanjang perjalanan. Ia tidak berbicara apa pun kecuali tentang Layla [anak gadis yang bermata hitam, rambut hitam, sehitam malam, makanya disebut Layla], Ketika orang lain mengajaknya bicara, ia tidak pernah menjawabnya kecuali kalau orang itu membicarakan Layla.

Karena banyak orang mengganggunya, mengalihkan perhatiannya dari Layla, Majnun lalu memutuskan untuk meninggalkan masyarakat sama sekali. Ia tinggalkan kampung, orang tua dan sahabat-sahabatnya. Ia membangun sebuah cakruk [gubug]. Dan melalui jendela kecil dari cakruk itu, ia pandangi selalu rumah Layla. Setiap hari ia petik bunga, ia hanyutkan bunga itu pada lewat selokan yang mengarah ke rumah Layla dengan harapan Layla menangkap pesan cintanya itu. Ia berbicara kepada burung-burung, meminta untuk terbang ke rumah Layla dan mengatakan kepadanya bahwa Majnun tidak jauh dari rumahnya. Ketika angin bertiup dari rumah Layla sampai ke cakruknya itu, ia hirup angin itu dengan hirupan yang panjang, karena angin itu berasal dari rumah Layla. Kalau ada anjing yang tersesat datang dari kampung Layla, ia pelihara anjing itu dengan baik-baik, ia rawat dan ia cintai anjing itu layaknya binatang suci sampai anjing itu meninggalkannya.

Apa saja yang datang dari tempat sang kekasih, ia cintai dan sayangi, sama seperti cintanya kepada sang kekasih hatinya. Waktu berlalu dan Majnun tidak melihat sedikit pun jejak-jejak Layla, maka kerinduannya semakin menyala dan membara, sampai ia merasa bahwa ia takkan dapat hidup lagi, tanpa sempat melihat wajah Layla. Orang tua Majnun sempat melamarkan kepada Layla, tetapi ditolak, apalagi anaknya itu sudah digelari masyarakat dengan si Gila atau Majnun.

Ketika dinaikkan haji orang tuanya sebagai terapi agar bisa sembuh, Majnun berdoa di tanah suci itu: "Duhai Yang Paling Terkasih, Raja dari segala raja, Engkaulah yang menurunkan rasa cinta. Aku hanya bermohon satu hal kepadaMu. Angkatlah cintaku setinggi-tingginya sehingga sekiranya aku binasa sekalipun, cintaku dan kekasihku tetap abadi." Setelah haji ternyata tambah parah, ia tinggal di reruntuhan rumah, berambut panjang, ia hidup dengan binatang, ia nyanyikan kecintaannya itu kepada binatang-binatang. Dari kecintaannya kepada layla, ia mencintai seluruh binatang yang ada di rimba raya itu, bahkan tidur pun ia bersama binatang buas, dan binatang buas pun dijinakkan oleh hati yang dipenuhi cinta. Bahkan ketika mendengar kabar Layla tlah dijodohkan, ia menangis sepanjang hari, ia menyanyikan lagu-lagu yang begitu mengharukan, binatang-binatang pun ikut menangis mendengarkannya.

Perasaannya kepada Layla tidak pernah berubah, cintanya semakin bertambah-tambah. Kemudian Majnun mengirim surat ucapan selamat kepada Layla: "Semoga kebahagiaan di seluruh alam semesta diberikan kepadamu. Aku tidak meminta apa pun sebagai tanda kecintaanmu. Aku hanya meminta satu hal: ingatlah namaku, walau pun engkau sudah memilih orang lain sebagai teman dekatmu. Jangan kau lupakan, ada seseorang ditempat lain yang sekiranya tubuhnya dirobek-robek sekalipun, ia akan tetap menyebut namamu: Layla..".

Sampai pada akhirnya Majnun mendengar kematian Layla, ia jatuh pingsan, beberapa hari ia tak sadarkan diri. Dengan tertatih-tatih ia datang ke kuburan Layla, di situ ia menangis berhari-hari sampai akhirnya Tuhan mengambil nyawanya. Tubuh Majnun tergeletak di kuburan Layla selama setahun, tidak ada yang tahu, sampai ketika diadakan khoul kematian Layla. Mayat Majnun akhirnya dikuburkan bersama dengan mayat Layla dalam satu kubur sebagai penghormatan cintanya, di tempat yang sama, di tempat abadi itulah, keduanya bertemu....

Kawan-kawan, lalu ada seorang sufi bermimpi melihat Majnun berada disamping Tuhan, dan Tuhan membelai-belai kepalanya dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Majnun disuruh duduk di singga sanaNya, kemudian Tuhan berkata kepadanya: "Tidakkah engkau malu memanggil Aku dengan nama Layla, setelah kau teguk anggur cintaKu". Sang Sufi itu terbangun dalam keadaan cemas. Ia telah melihat posisi Majnun, lalu bagaimana dengan posisi Layla? Tuhan lalu mengilhamkan ke dalam hatinya bahwa posisi Layla lebih tinggi lagi, karena Layla menyembunyikan kisah cintanya dalam hatinya itu....
*********************************************************************************

Syair sufi '' QOIS dan LAYLA ''


Bukankah suatu kegilaan bila kita terbakar selamanya dalam nyalaan api. ? Bukankah suatu kegilaan jika tidak makan dan tidur sedikitpun. ? Semakin obat dicari semakin parah sakitnya.. Begitu dekat, namun terasa begitu jauh..


Hanya kata “Laila” yang sangat berarti. Ketika orang membicarakan hal lain, ia akan menutup telinganya dan mengunci mulutnya.


Katakan padanya: “Orang yang telah mengorbankan segalanya untuk-Mu menyampaikan salam dari jauh. Titipkan sehembus nafas-Mu melalui sang angin untuk memberitahu dia bahwa engkau masih memikirkannya.”


“Oh lilin jiwaku jangan kau siksa diri ku, ketika aku mengelilingimu, kau telah memikatku, kau telah merampas tidurku, akalku juga tubuhku.”


Laila adalah cahaya fajar, Majnun adalah sebatang lilin Laila adalah keindahan, Majnun adalah kerinduan Laila menabur benih cinta, Majnun menyiraminya dengan air mata Laila memegang cawan anggur cinta, Majnun berdiri mabuk oleh aromanya


“Aku bagaikan orang yang kehausan, kau pimpin aku menuju sungai Eufrat, lalu sebelum sempat aku minum, kau menarikku dan kembali ke kawasan panas membara, padang pasir yang tandus !..
Kau mengajakku ke meja jamuan, tapi tidak pernah mempersilakanku makan ! mengapa kau menampakkannya kepadaku di awal, jika tidak pernah berniat untuk membiarkan aku memiliki hartaku.?”


“Aku melihat matanya dalam matamu, lebih hitam dari kegelapan. Namun bayangannya tidak akan kembali oleh hanya kesamaan. Karena apa yang telah hilang dariku tidak akan digantikan. Dan yang tersisa hanyalah kenangan yang menyakitkan.”


“Setiap hembusan angin membawa harumanmu untukku. Setiap kicauan burung mendendangkan namamu untukku. Setiap mimpi yang hadir membawa wajahmu untukku. Aku milikmu, aku milikmu, jauh maupun dekat. Dukamu adalah dukaku, seluruhnya milikku, di manapun ia tertambat.”


Di alam ini semua hal ditakdirkan untuk binasa, tidak ada yang abadi. Namun, jika Anda “mati” sebelum Anda mati, berpaling dari dunia dan kemunafikan wajahnya, Anda akan meraih keselamatan dalam kehidupan yang abadi. Terserah pada Anda: Anda adalah penentu bagi takdir Anda sendiri. Pada akhirnya kebaikan akan bersatu dengan kebaikan dan keburukan dengan keburukan. Ketika rahasia Anda diteriakkan dari puncak gunung dan gaungnya kembali, Anda akan mengenali suara itu sebagai suara Anda sendiri..


Jalan kita berbeda dan tidak akan pernah bertemu.. Kau adalah sahabat bagi dirimu sendiri. Diriku adalah musuh terbesarku.


Apakah kau fikir akulah yang kau lihat dihadapamu ?.
Kau membayangkan bahwa kau melihatku,
tapi dalam kenyataannya aku tidak ada lagi.
Aku telah tiada dan hanya yang dicintai yang kini tersisa.


Akhirnya seorang sufi bermimpi melihat Majnun berada di samping Tuhan, dan Tuhan membelai-belai kepala Majnun dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Majnun disuruh duduk di samping Tuhan, lalu Tuhan berkata: “Tidakkah engkau malu memanggil Aku dengan nama Laila setelah kau teguk anggur cinta-Ku? “ sufi itu terbangun dalam keadaan cemas, Ia melihat posisi Majnun, tetapi di manakah Laila.. ? Tuhan mengilhamkan dalam hatinya, bahwa posisi Laila lebih tinggi lagi, karena Laila menyembunyikan kisah cinta dalam hatinya.


Masa berlalu,saat orang meminta pertolonganku
dan sekarang adakan seseorang penolong
yang akan memberitahu rahasia jiwaku pada Laila?


Wahai Laila cinta telah membuatkan aku lemah tak berdaya
sperti anak hilang,jauh dari keluarga dan tidak
memiliki harta..


Wahai angin
sampaikan salam ku pada Laila!tanyakan padanya adakah dia masih mau berjumpa dgnku?
bukankah aku telah berkorban kebahagianku karenanya?
hingga diri ini terbaring,sengsara di padang pasir gersang..
wahai kesegaran pagi yang murni dan indah,
maukah kau sampaikan kerinduanku pada Laila?
belailah rambutnya yang hitam berkilau,
untuk mengungkapkan dahaga cinta yg memenuhi hatiku..
wahai angin maukah kau membawa keharuman rambutnya kepada ku? sebagai pelepas rindu di hati..